Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Puspita Wijayanti
Dokter, Aktivis Sosial, Kritikus

Saya adalah seorang dokter dengan latar belakang pendidikan manajemen rumah sakit, serta pernah menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) sebelum memutuskan keluar karena menyaksikan langsung dinamika perundungan dan ketidakadilan. Sebagai aktivis sosial dan kritikus, saya berkomitmen untuk mendorong reformasi dalam pendidikan kedokteran dan sistem manajemen rumah sakit di Indonesia. Pengalaman saya dalam manajemen rumah sakit memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya sistem yang berfungsi baik, bukan hanya dalam aspek klinis, tetapi juga dalam melindungi kesejahteraan tenaga kesehatan.

Mewujudkan Universal Health Coverage Berkelanjutan Tanpa Membebani Negara

Kompas.com - 28/09/2024, 08:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Indonesia memiliki populasi yang besar, lebih dari 270 juta orang. Namun, rasio dokter terhadap pasien masih sangat rendah, yaitu sekitar 0,4 dokter per 1.000 penduduk.

Sebagai perbandingan, Thailand, dengan populasi sekitar 70 juta, memiliki rasio dokter sekitar 0,8 per 1.000 penduduk.

Rasio yang lebih tinggi di Thailand memungkinkan distribusi layanan kesehatan yang lebih baik di seluruh negeri, sementara Indonesia harus berjuang dengan kekurangan tenaga medis, terutama di daerah terpencil.

Pendapatan dan pajak

PDB per kapita Indonesia sekitar 4.300 dollar AS (2023), berada di kategori menengah-bawah, yang berarti ruang fiskal untuk mendanai UHC masih terbatas.

Sementara Thailand dengan PDB per kapita sekitar 7.000 dollar AS lebih mampu menyediakan layanan kesehatan gratis atau hampir gratis karena basis pajak lebih luas dan pendapatan nasional lebih tinggi.

Dari segi perpajakan, Indonesia memiliki tax ratio (rasio penerimaan pajak terhadap PDB) yang relatif rendah, yaitu sekitar 11-12 persen, jauh di bawah standar yang direkomendasikan oleh organisasi internasional, yaitu 15 persen atau lebih.

Pajak yang rendah ini membuat pemerintah kesulitan mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk kesehatan tanpa mengurangi sektor lain yang juga penting.

Pemahaman kesehatan masyarakat

Indonesia memiliki tantangan besar dalam hal literasi kesehatan. Sebagian besar masyarakat, terutama di daerah pedesaan, masih memiliki pemahaman rendah tentang pentingnya pencegahan penyakit dan perawatan kesehatan yang tepat.

Kampanye edukasi kesehatan perlu diperkuat, seperti yang telah dilakukan di Thailand melalui kampanye preventif kesehatan yang didukung oleh pemerintah dan sektor swasta.

Menghadapi masalah plafon BPJS yang rendah tidak bisa hanya menyalahkan rumah sakit yang dituduh overclaim atau fraud.

Kita harus melihat masalah ini secara lebih luas, dari sisi anggaran negara, sistem perpajakan, dan kemampuan masyarakat dalam memahami kesehatan.

Indonesia masih memiliki tantangan besar, tetapi dengan strategi yang tepat seperti Public-Private Partnership, co-payment, sin tax, dan pajak minuman berpemanis, negara ini bisa mewujudkan Universal Health Coverage yang berkelanjutan tanpa membebani anggaran negara secara berlebihan.

Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mengimplementasikan kebijakan ini dengan baik.

Pendapatan dari pajak minuman berpemanis bisa digunakan untuk program edukasi kesehatan, meningkatkan akses layanan kesehatan, dan mendanai layanan kesehatan preventif, yang pada akhirnya mengurangi tekanan pada anggaran kesehatan negara.

Ini adalah langkah konkret yang dapat diambil tanpa membebani negara secara langsung, sekaligus memberikan dampak positif bagi kesehatan jangka panjang masyarakat Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau