KOMPAS.com - Sindrom kematian mendadak akibat aritmia (sudden arrhythmic death syndrome/SADS) bisa menyebabkan orang meninggal saat tidur.
Merujuk pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, sekitar 90 persen pasien yang mengalami SADS dilaporkan tidak mengalami gejala apa pun sebelum terjadinya kejadian kematian mendadak.
Sindrom ini umumnya terjadi pada usia kurang dari 40 tahun tanpa ditemukannya kelainan jantung.
Baca terus artikel ini yang akan mengulas lebih lanjut tentang sindrom kematian mendadak akibat aritmia.
Baca juga: Mengenal Penyebab Kematian Mendadak Saat Olahraga
Dikutip dari Cleveland Clinic, sindrom kematian mendadak akibat aritmia adalah kondisi jantung yang memengaruhi sistem kelistrikan jantung sehingga irama jantung tidak normal.
Dalam kebanyakan kasus, sindrom ini merupakan masalah bawaan.
Jika tidak segera diketahui dan diberi perawatan, kondisi ini membuat seseorang berisiko mengalami kematian mendadak, bahkan bisa meninggal saat tidur.
Baca juga: Kasus Kematian Mendadak Pebulu Tangkis, Dokter Sebut Perlu Ada AED di Fasilitas Umum
Penyebab SADS adalah irama jantung tidak normal, yang dapat disebabkan oleh mutasi genetik yang memengaruhi sistem kelistrikan jantung.
Ada beberapa jenis sindrom kematian mendadak akibat aritmia yang didasarkan dari penyebab kondisi ini. Jenis SADS meliputi berikut:
Menurut Kemenkes RI, long QT syndrome adalah salah satu jenis SADS yang paling umum terjadi.
Dari hasil studi skrining genetik keluarga, hampir 50 persen kasus SADS disebabkan karena long QT syndrome.
Sindrom Brugada terjadi pada kurang dari 1 persen populasi, sedangkan CPVT memengaruhi sekitar satu dari 10.000 orang.
Baca juga: Apa Itu Sindrom Kematian Mendadak pada Orang Dewasa?
SADS dapat menyebabkan kematian mendadak tanpa ada tanda atau gejala yang terlihat sebelumnya.
Namun, beberapa orang bisa merasakan gejala seperti berikut, dikutip dari Cleveland Clinic:
Namun, gejalanya bisa bervariasi di antara jenis sindrom kematian mendadak akibat aritmia.
Gejala-gejala di atas dapat terjadi selama aktivitas fisik atau stres emosional, bahkan saat tidur sekalipun, menurut Kemenkes RI. Sehingga, seseorang dengan SADS bisa meninggal saat tidur.
Dari suatu penelitian, didapatkan bahwa sebanyak 82 persen pasien mengalami SADS saat tidur atau istirahat.
Baca juga: Picu Kematian Mendadak, Ini Penyebab Henti Jantung di Usia Muda
Saat tidur, terjadi peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis yang dapat memperlambat denyut jantung dan meningkatkan interval QT pada elektrokardiogram (EKG).
Interval QT merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan jantung untuk melakukan repolarisasi setelah terjadinya proses depolarisasi.
Pada individu dengan predisposisi genetik, peningkatan interval QT ini dapat meningkatkan risiko aritmia yang mengarah ke SADS.
Ada juga beberapa penelitian yang telah menunjukkan adanya hubungan antara gangguan tidur seperti sleep apnea dengan risiko aritmia ventrikel (gangguan irama jantung yang terjadi pada bilik jantung).
Sindrom kematian mendadak akibat aritmia sulit didiagnosis karena kondisinya yang jarang terjadi.
Dokter bisa mencurigai kondisi ini ketika pasien mengalami gejala seperti di atas dan memiliki kerabat yang meninggal karena kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan sebelum usia 40 tahun.
Baca juga: Faktor Risiko dan Cara Cegah Sindrom Kematian Mendadak pada Bayi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.