Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PB IDI Soroti 3 Masalah Utama Kesehatan di Indonesia

Kompas.com - 12/11/2024, 20:07 WIB
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta

Penulis

KOMPAS.com - Dalam momentum Hari Kesehatan Nasional (HKN) yang diperingati setiap tanggal 12 November, pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyoroti tiga permasalahan kesehatan di Indonesia. Ketua PB IDI, Dr. dr. Moh. Adib Khumaidi, Sp. OT menyampaikan bahwa permasalahan kesehatan di Indonesia sangat kompleks dan beragam.

Menurut rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (12/11/2024), dokter Adib memaparkan, beberapa permasalahan, mulai dari penyakit tidak menular seperti diabetes dan jantung, hingga penyakit menular seperti tuberkulosis dan demam berdarah dan penyakit infeksi lainnya.

Selain itu, masih terdapat ketimpangan akses layanan kesehatan antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta kurangnya sumber daya tenaga kesehatan yang di wilayah yang membutuhkan.

Dari semua permasalahan kesehatan, dr. Adib menyimpulkan ke dalam tiga permasalahan utama, yaitu sistem pelayanan, sistem pendidikan, dan sistem pembiayaan.

Baca juga: Eliminasi TBC di Indonesia, Menkes: Dimulai dengan Deteksi Pakai PCR dan USG

Terkait pelayanan, Adib mengatakan bahwa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS sangat membantu masyarakat mendapat akses terhadap pelayanan kesehatan.

Namun, tidak semua wilayah terfasilitasi dengan layanan tersebut. Permasalahan infrastruktur dan jangkauan menuju lokasi fasilitas kesehatan masih menjadi masalah sehingga banyak masyarakat tidak bisa menggunakan layanan kesehatan.

Kemudian sisi sistem pendidikan yang berkaitan erat dengan sumber daya manusia (SDM) kesehatan, PB IDI memandang bahwa ketersediaan SDM yang ditunjang oleh ketersediaan fasilitas juga harus didorong jika Indonesia ingin menyelesaikan permasalahan pelayanan.

Merujuk ketersediaan SDM, PB IDI menilai bahwa pemerintah daerah perlu meningkatkan kemampuan dalam tata kelola tenaga kesehatan sudah ada di dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah no 23 tahun 2014.

“Setiap daerah memiliki kebutuhan yang berbeda, dari situ dapat dibuat assessment dan rasio terkait kebutuhan jumlah tenaga kesehatan medis dengan jumlah penduduk. Hal ini nantinya akan berimplikasi pada tadi masalah sistem pendidikan,” jelas dr Adib.

Sementara mengenai Sistem pembiayaan, dr Adib menjelaskan bahwa yang disediakan oleh pemerintah saat ini seperti JKN, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan sudah cukup baik.

Akan tetapi, perlu menjaga mutu pelayanan dengan menghitung biaya sesuai dengan nilai pelayanan dan kebutuhan agar dapat memberikan standar pelayanan kesehatan optimal kepada pasien.

Adib juga mengingatkan sistem pembiayaan lain yang perlu diperhatikan, yakni apresiasi kepada para tenaga kesehatan. Dalam hal ini, PB IDI telah menyusun panduan remunerasi dokter tahun 2024 berdasarkan pekerjaan profesi yang dilakukan.

Baca juga: Rekomendasi IDI dalam Mendukung Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Selain itu, ada permasalahan insentif para dokter dan tenaga kesehatan yang bertugas di daerah dan terutama wilayah terpencil di mana keberadaan dokter masih menjadi sebuah kelangkaan.

Ia juga menyoroti minimnya jaminan keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan dari pemerintah daerah terhadap para dokter dapat menyebabkan ketimpangan pemerataan dokter di wilayah yang membutuhkan.

“Untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang semakin kompleks ini, dibutuhkan kolaborasi yang kuat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, tenaga kesehatan, masyarakat, dan sektor swasta,” kata dokter Adib.

Ia juga berharap kerjasama antara seluruh anggota Ikatan Dokter Indonesia dan masyarakat luas dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan bangsa.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau