Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/03/2015, 09:15 WIB

KOMPAS.com - Vaksin tetanus ternyata bukan cuma efektif melindungi tubuh dari infeksi bakteri tetanus, tapi juga berpotensi besar mengatasi tumor di otak. Sebuah studi berskala kecil membuktikan hal tersebut.

Satu dosis vaksin tetanus yang dijadikan pelengkap pada terapi eksperimental untuk jenis tumor mematikan di otak diketahui membantu pasien hidup lebih lama.

Terapi tersebut membuat "sistem kekebalan tubuh berada pada siaga yang tinggi," membuka jalan untuk pengobatan eksperimental untuk bekerja lebih baik dalam menyerang penyakitnya. Demikian menurut peneliti Kristen Batich dari Duke University Medical Center.

Dalam sebuah makalah yang dirilis oleh jurnal Nature, Batich melaporkan hasil sebuah studi yang dilakukan pada 12 pasien tumor otak. Beberapa yang mendapat vaksin tetanus akan hidup dalam beberapa tahun lebih lama daripada mereka yang tidak mendapatkan vaksin.

Tetanus dikenal sebagai penyakit yang di tandai dengan kondisi kejang. Vaksin untuk tetanus secara rutin direkomendasikan bagi anak-anak dan orang dewasa.

Dalam riset yang dilakukan Batich, difokuskan pada glioblastoma (tumor pada sistem syaraf).  Bahkan setelah operasi untuk menghilangkan tumor, biasanya tumor akan tumbuh kembali dan membunuh.

Beberapa obat untuk mengobati tumor memiliki pengaruh yang kecil. Setengah dari pasien meninggal dalam waktu sekitar 15 bulan.

Terapi terbaru yang dilakukan para ahli adalah dengan melatih sistem imun dalam tubuh kita untuk melawan kanker. Terapi itu disebut juga dengan imunoterapi.

Strategi khusus yang dipakai adalah dengan melakukan vaksin terhadap sel dendritik (sel kekebalan). Dokter akan mengambil sel darah tertentu dari pasien dan membekali mereka dengan target kimia yang ditemukan dalam tumor.

Kemudian mereka akan membiarkan sel-sel tersebut tumbuh dalam tubuh pasien, di mana hal ini akan melatih sistem kekebalan tubuh untuk melawan kanker.

Sebanyak 12 pasien dalam studi ini diobati dengan melakukan pembedahan, radiasi dan kemoterapi. Semua pasien mendapatkan vaksin tetanus difteri dan kemudian tiga suntikan sel mereka sendiri dengan jarak dua minggu.

Kemudian mereka secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mendapatkan dosis kecil vaksin tetanus difteri di kulit di mana sel-sel akan disuntikkan pada hari berikutnya. Kelompok yang lain mendapatkan dosis dummy.

Ide di balik pemberian vaksin tetanus dalam jumlah yang sedikit adalah bahwa sistem kekebalan tubuh "akan bekerja atau berputar di daerah tertentu saja" sehingga "tubuh akan lebih bersemangat dengan apa yang akan datang," kata Sampson.

Suntikan sel terus dilakukan setiap bulan sampai hasil scan otak menunjukkan bahwa tumor tumbuh dan berkembang. Pada 6 pasien yang mendapat vaksin dummy, hanya satu yang masih hidup setelah dua tahun diagnosis. Ia bertahan selama sekitar 3,5 tahun. Namun, secara umum pada kelompok ini menunjukkan manfaat yang kecil dari suntikan sel saja.

Hasilnya jauh lebih baik bagi pasien yang mendapat vaksin tetanus dalam dosis yang kecil. Empat pasien mampu bertahan hingga dua tahun. Salah satu dari mereka hidup hampir lima tahun dan satu lagi hampir enam tahun. Tidak hanya itu, bahkan ada yang sampai mendekati hampir sembilan tahun.

Pasien yang bertahan selama 9 tahun dan masih sampai saat ini adalah Sandy Hillburn (68). Ia didiagnosis tumor otak pada bulan April 2006. "Dokter mengatakan saya hanya punya waktu 3 bulan untuk hidup," katanya.

Tetapi berkat terapi terbaru itu, ia masih sehat sampai saat ini dan bisa menghadiri pernikahan anaknya, bahkan menimang cucu.

Walau para ahli kanker otak menyambut positif hasil penelitian ini, tapi dibutuhkan beberapa tahap penelitian lanjutan sebelum terapi ini benar-benar bisa diuji coba pada pasien umum. (Monica Erisanti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com