Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia Mia Sutanto mencontohkan, jika tidak ada ruang laktasi, ibu pekerja akan memanfaatkan ruangan apapun yang memungkinkan untuk memerah ASI.
Dalam beberapa kasus yang ditemui, ada ibu yang terpaksa memerah ASI di toilet, ruang ganti satpam, gudang, hingga mushala. Akibatnya, sering kali ibu dilanda perasaan tidak tenang karena bukan memerah ASI di ruangan khusus.
Jika ibu tidak tenang, stres, atau panik, produksi hormon oksitosin yang mendorong produksi ASI pun akan menurun. “Misalnya, tiba-tiba ada yang masuk ruangan, buyar deh ASI-nya enggak keluar,” kata Mia dalam jumpa pers Pekan ASI Sedunia (PAS) di Jakarta, Kamis (30/7/2015).
Kebanyakan ibu memilih toilet untuk memerah ASI. Mia mengatakan, ASI adalah makanan bayi yang seharusnya pemerahan ASI tidak dilakukan di toilet. Ibaratnya, Anda memberikan atau memproduksi makanan di toilet.
“Bayangin aja, Anda harus merah ASI di toilet yang bau, basah, lalu ada orang gedor-gedor toilet. Ibu jadi enggak tenang, deg-degan, enggak nyaman,” lanjut Mia.
Jika tidak ada ruang laktasi juga bisa membuat ibu tidak fokus bekerja karena memikirkan sang buah hati di rumah. Hal ini bisa membuat ibu stres dan kembali lagi membuat produksi ASI menurun.
Sayangnya, belum banyak tempat kerja, apalagi tempat umum yang menyediakan ruang laktasi. Padahal, ketentuan adanya ruang laktasi sudah diatur dalam perundang-undangan. Mia mengatakan, adanya ruang laktasi dapat menyukseskan program ASI eksklusif selama 6 bulan. Bahkan, bisa mendorong semangat para ibu untuk memberikan ASI eksklusif.
Menurut dia, ruang laktasi tak perlu mewah. Yang penting nyaman, bersih, dan ruangan bisa dikunci atau memang dikhususkan untuk ibu menyusui. Pedoman membuat ruang laktasi pun sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.