Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cita-cita Mewujudkan Masyarakat Sehat dan Produktif

Kompas.com - 21/10/2015, 15:00 WIB
Selang dua minggu setelah dilantik 20 Oktober 2014, Presiden Joko Widodo meluncurkan Kartu Indonesia Sehat dan beberapa kartu lain dalam program Produktif Keluarga. KIS menjadi salah satu janji kampanye pasangan Jokowi-Jusuf Kalla untuk pembangunan bidang kesehatan.

Di awal, pelaksanaan KIS menimbulkan kebingungan karena berbenturan dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sudah berjalan. Nyatanya, KIS adalah nama baru bagi kartu JKN plus tambahan cakupan bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial.

"Pemerintah memberi anggaran besar untuk kesehatan, bahkan gratis. Namun, paradigma itu sekarang ingin kita ubah," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam wawancara dengan Kompas di Jakarta, Jumat (16/10).

Paradigma berobat gratis justru ditangkap masyarakat berbeda. Sakit dianggap tak lagi jadi masalah, tinggal berobat ke rumah sakit, tak perlu pusing biayanya karena pemerintah yang akan membayarnya.

Masyarakat lupa, kesehatan adalah harta paling berharga meski ada jaminan pembiayaan. KIS juga memakai sistem JKN yang menghendaki pengobatan berjenjang, tak bisa langsung ke rumah sakit kecuali darurat.

Pandangan itu membuat rasio klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2014 mencapai 103,88 persen alias lebih besar pengeluaran daripada pemasukan. Pemerintah pun harus menyuntikkan anggaran Rp 6 triliun agar BPJS Kesehatan tetap berjalan.

Pola pikir berobat gratis juga menyulitkan upaya menggenjot produktivitas penduduk. Padahal, pada masa bonus demografi saat ini, produktivitas jadi kunci mendorong daya saing. Jika tak produktif, Indonesia terjebak di kelompok negara berpenghasilan menengah alias tak bisa kaya.

Infrastruktur kesehatan

Kondisi itu ingin diubah pemerintah. Mulai 2016, anggaran bidang kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 5 persen dari total belanja negara sesuai amanat Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Anggaran sekitar Rp 100 triliun itu diprioritaskan untuk upaya preventif serta mengembangkan infrastruktur kesehatan, seperti sistem sanitasi, air bersih, pengubahan pola diet, budaya olahraga, dan hidup sehat.

Tanpa infrastruktur kesehatan memadai, sulit mewujudkan masyarakat sehat. Saat ini, baru 10 juta rumah tangga atau 25 persen penduduk terakses sambungan pipa air bersih. Ditambah sumber air minum lain sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef), baru 66,8 persen rumah tangga bisa mengakses sumber air minum layak.

"Tentu tak mungkin jadikan 100 persen rumah tangga terakses pipa air bersih dalam lima tahun ke depan," kata Kalla. Namun, pemerintah menetapkan target tinggi, yakni membangun 10 juta sambungan air bersih bagi keluarga baru hingga 2019.

Selain itu, pemerintah juga menargetkan pembangunan sejumlah prasarana kesehatan lain, seperti saluran pembuangan atau penataan permukiman layak. Namun, semua itu butuh waktu.

Namun, pemenuhan kebutuhan dasar 255 juta penduduk bukan hal mudah. Belum lagi, pertumbuhan penduduk tinggi dan penyebaran tak merata. Selain menggenjot pembangunan infrastruktur, jumlah penduduk mesti dikendalikan. "Pengendalian penduduk jadi tugas utama pemerintah daerah," ucap Kalla.

Namun, isu kependudukan kurang menarik bagi pengambil kebijakan di pusat dan daerah. Akibatnya, banyak target program kependudukan tak tercapai. Selama pertumbuhan penduduk tak terkendali, pemerintah akan sulit memenuhi kebutuhan dasar rakyat. (NMP/MZW/WHY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com