Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/04/2021, 18:02 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com - Sudah lebih dari setahun Trika Mariyana, 28, tidak mengetahui secara pasti berat badan putri keduanya yang masih berusia di bawah 5 tahun (balita). Ini karena kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu) di lingkungan tempat tinggalnya masih diliburkan sejak awal pandemi Maret 2020 hingga April 2021.

Trika selama ini mengandalkan bantuan kader posyandu untuk memantau tumbuh kembang buah hatinya setiap bulan. Tapi, kini tidak bisa demikian. Kegiatan Posyandu diputuskan ditiadakan dulu sementara demi keamanan bersama di tengah pandemi.

Warga RT 004/RW 005 Kelurahan Nusukan, Banjarsari ini pun tak punya alat timbangan sendiri untuk mengukur berat badan putrinya, Salsakila Henka Fristya. Di lain sisi, Trika merasa sungkan jika harus meminjam alat timbangan ke kader Posyandu.

Sebagai ibu, dia sebenarnya khawatir dengan kondisi kesehatan putrinya yang belum juga diketahui berat badannya. Terlebih lagi, saat terakhir kali ditimbang pada Februari 2020, berat badan Salsakila terbilang rendah.

Untuk anak usia 1 tahun 11 bulan pada saat itu, dia baru memiliki berat badan 8,2 kg. Padahal pada usia tersebut, anak perempuan idealnya sudah bisa memiliki berat badan 8,9 - 14,6 kg. Trika juga merasa selama pandemi ini dirinya tak mampu memberikan asupan gizi terbaik untuk anak-anaknya.

"Jelas ada kekhawatiran di kami, jangan-jangan berat badan Salsakila turun dan nanti terjadi apa-apa pada dirinya," kata dia saat berbincang dengan Kompas.com di rumahnya, Kamis (1/4/2021).

Akibat pandemi, pendapatan keluarga Trika mengalami penurunan drastis. Hal itu terjadi setelah sang suami, Muhammad Suhendro, 26, sebagai satu-satunya pencari nafkah, memutuskan untuk tidak lagi bekerja sebagai nelayan di Semarang, Jawa Tengah.

Suhendro memilih pulang kampung karena daya beli ikan di masyarakat terus merosot, begitu juga dengan harga tangkapan selama pandemi.

Baca juga: Jangan Dibuang, Kolostrum Bisa Bantu Cegah Stunting pada Bayi

Suhendro sekarang bekerja serabutan dengan penghasilan rata-rata yang jauh lebih sedikit ketimbang saat masih jadi nelayan.

Sebagai akibat, Trika pun sekarang tidak bisa membeli bahan makanan sehari-hari seperti sediakala. Jika dulu dia punya Rp50.000 untuk mencukupi kebutuhan makan keluarga per hari, kini hanya Rp20.000.

"Sekarang terpaksanya ya makan untuk anak-anak juga sering kali cuma pakai tahu-tempe lauknya. Untuk beli telur apalagi daging, kami sekarang agak kesulitan," tutur dia.

Selain berat badan Salsakila, Trika hingga kini belum tahu juga berapa tinggi badan putrinya itu. Dia dan suami sebenarnya sempat kepikiran untuk menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan Salsakila ke puskesmas.

Namun, pada akhirnya, Trika dan Suhendro mengurungkan niatnya tersebut karena takut tertular atau malah terdiagnosis Covid-19 ketika harus menyambangi fasilitas kesehatan. Apalagi, Trika dan Salsakila sempat beberapa kali mengalami demam.

“Sebenarnya kalau periksa ke puskesmas, soal bayar, kami tidak apa-apa karena relatif terjangkau. (Tapi) kami tidak jadi ke puskesmas, lebih karena khawatir virus corona. Ya takut tertular, takut juga sudah terkena,” kata Trika.

Salsakila hingga kini belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, sehingga harus membayar jika berobat ke puskesmas.

Trika berharap dalam waktu dekat kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan oleh kader Posyandu dapat dilaksanakan kembali.

Meski sama-sama khawatir dengan penularan virus corona, dia merasa lebih nyaman jika bertemu dengan kader Posyandu daripada harus mendatangi puskesmas.

Menurut dia, sejak November 2020, kader Posyandu RW 005 Nusukan sebenarnya sudah keliling ke rumah-rumah warga yang memiliki balita. Tapi, kader datang hanya untuk memberikan makanan tambahan.

Kader tidak melakukan penimbangan berat badan maupun mengukur tinggi badan anak.

“Saya mau bilang langsung (minta bantuan timbang berat badan dan ukur tinggi badan) tidak enak hati. Sudah mau datang untuk memberikan PMT saja, saya berterima kasih banyak kepada ibu-ibu Posyandu,” ujar Trika.

Ketua Posyandu RW 005 Nusukan, Muliawati, 60, membenarkan jika kegiatan Posyandu di RW 005 belum bisa dilaksanakan seperti sedia kala karena pandemi. Menurut dia, pemantauan ibu hamil dan anak balita sementara dilakukan melalui grup RT.

Muliawati menuturkan, untuk mengurangi risiko penularan virus corona, kader Posyandu memang memutuskan belum mengarahkan perwakilan RT melakukan penimbangan.

Baca juga: 6 Bahaya Obesitas pada Anak yang Perlu Diwaspadai

Sebagai upaya mengantisipasi kejadian gizi buruk dan stunting, pengurus Posyandu pada akhirnya menyarankan seluruh pengurus RT agar dapat menyiapkan makanan bergizi melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk dibagikan kepada semua balita di wilayah masing-masing.

Muliawati menyampaikan, pertimbangan pengurus Posyandu belum melakukan penimbangan juga atas dasar dari aspirasi warga.

Ketika dimintai pendapat, menurut dia, ada cukup banyak orang tua yang merasa takut jika harus bertemu dalam durasi yang lama dengan para kader Posyandu untuk penimbangan. Para orang tua lebih khawatir lagi jika kegiatan Posyandu dikumpulkan dalam satu tempat.

“Saat pembagian PMT saja, beberapa orang tua terlihat ada yang masih takut-takut bertemu dengan pengurus Posyandu atau perwakilan RT. Anak-anak tidak dikeluarkan, jadi kami tidak tahu seperti apa di dalam,” kata dia.

Muliawati menambahkan pengurus Posyandu setidaknya sudah mewanti-wanti kepada perwakilan RT agar dapat memberi tahu warga jangan menunda pergi ke puskesmas jika mencurigai anak memiliki masalah kesehatan.

Dia meminta perwakilan RT untuk bisa memberikan jaminan kepada warga bahwa puskesmas telah menerapkan ketat protokol kesehatan sehingga meminimalkan risiko penularan Covid-19.

Semua petugas dipastikan memakai Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, tempat duduk pengunjung juga berjarak untuk meminimalkan kontak fisik.

“Harapannya warga tidak lagi terlalu takut untuk pergi ke puskesmas, yang penting kan tetap pakai masker dan rajin cuci tangan. Kalau masih takut, silakan tidak apa-apa bilang ke kader. Nanti kami bantu komunikasikan dengan petugas kesehatan,” ujar dia.

Muliawati sudah memiliki rencana untuk kembali menggelar kegiatan Posyandu di RW 005 Nusukan dengan sistem pertemuan skala kecil pada Juni mendatang. Pada kesempatan itu, kader Posyandu rencanya akan mulai menimbang lagi berat badan balita.

Untuk meminimalisir kerumuman besar, dia berencana mengundang orang tua balita secara bergantian tiap RT. Tapi rencana ini masih mungkin berubah atau batal karena harus melihat situasi dan kondisi di tengah pandemi.

Ketahuan stunting

Berbeda dengan di RW 005 Nusukan, kader Posyandu di RW 008 Nusukan kini sudah mulai menimbang berat badan balita di wilayah mereka.

Kader Posyandu RW 008 pertama kali kembali melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan balita pada Agustus 2020 dengan berkunjung dari rumah ke rumah warga.

Baca juga: 5 Tips Aman Pergi ke Dokter Gigi Saat Pandemi Covid-19

Kader berani menggelar kegiatan Posyandu lagi karena menganggap perlu segera dilakukan pemantauan tumbuh kembang anak. Lagi pula, situasi di lapangan dianggap sudah mendukung.

Para kader memastikan tidak ada lagi penemuan kasus Covid-19 di RW 008 dan banyak masyarakat sudah lebih melek protokol kesehatan (prokes).

Benar saja, ketua Posyandu RW 008 Nusukan, Siti Suwarni, 58, menyebut hasil penimbangan berat badan balita di RW 008 pada saat itu sesuai dengan prediksi yang menjadi kekhawatiran bersama para kader.

Di mana, persentase jumlah anak yang tidak mengalami kenaikan berat badan kala itu lebih banyak daripada saat dilakukan penimbangan berat badan sebelum pandemi.

Kader Posyandu RW 008 Nusukan pada Agustus 2020 menemukan25 persen atau ada 28 dari 110 balita yang tidak mengalami penambahan berat badan atau malah turun saat dilakukan kegiatan Posyandu dengan berkunjung dari rumah ke rumah.

“25 persen itu termasuk banyak ya. Dulu (sebelum pandemi), biasanya paling tidak cuma 10 persen anak yang enggak naik dan turun berat badannya,” kata Siti.

Ketua Posyandu RW 008 Nusukan, Banjarsari, Solo, Siti Suwarni, 58, memantau tumbuh kembang salah satu anak di wilayahnya yang diduga mengalami stunting (kerdil), Kamis (1/4/2021). Kegiatan itu adalah bagian dari program Posyandu selama pandemi Covid-19 yang dilaksanakan dengan cara berkunjung dari rumah ke rumah.KOMPAS.com/IRAWAN SAPTO ADHI Ketua Posyandu RW 008 Nusukan, Banjarsari, Solo, Siti Suwarni, 58, memantau tumbuh kembang salah satu anak di wilayahnya yang diduga mengalami stunting (kerdil), Kamis (1/4/2021). Kegiatan itu adalah bagian dari program Posyandu selama pandemi Covid-19 yang dilaksanakan dengan cara berkunjung dari rumah ke rumah.

Melihat situasi ini, kader Posyandu RW 008 Nusukan pun langsung bergerak menggalakan program PMT bergizi untuk anak-anak.

Kader Posyandu bekerja sama dengan pengurus RT kemudian secara rutin memberikan PMT sebulan sekali kepada anak-anak, khususnya yang tidak mengalami kenaikan berat badan dan turun. Upaya ini dilakukan untuk mencegah kejadian gizi kurang hingga stunting.

Siti menyampaikan, berdasarkan hasil analisis kader Posyandu RW 008 Nusukan lebih jauh terhadap kondisi balita pada Agustus lalu, ditemukan bahwa ada 5 anak yang mengalami gizi kurang dan 3 anak didiagnosis stunting.

“Dari pemantauan door-to-door ketahuan ada 5 anak yang mengalami gizi kurang dan 3 anak dengan stunting. Temuan ini sudah kami laporkan ke puskemas,” jelas Siti.

Dia menyebut, kader Posyandu mengklasifikan anak mengalami gizi kurang ketika berat badan mereka turun sampai di garis kuning dalam waktu yang relatif singkat.

Sedangkan, indikasi stunting yakni berat badan anak tidak naik selama lebih dari dua bulan dan tinggi badan pendek atau sangat pendek.

Salah seorang anak di RW 008 Nusukan yang didiagnosis mengalami stunting yaitu Nafizah Faisah. Pada April ini, dia genap berusia 4 tahun.

Pada usia 4 tahun, Nafizah seharusnya sudah memiliki berat badan 12,3-21,5 kg dan tinggi badan 94,1-111,3 cm. Tapi, yang terjadi, anak perempuan ini hanya memiliki berat badan 11,6 kg dan tinggi badan lebih kurang 90 cm.

Baik berat badan maupun tinggi badan Nafizah tidak mengalami kenaikan dalam beberapa bulan terakhir. Jika berat badannya naik, itu hanya sedikit dan biasanya turun lagi.

Sang ibu, Nunik Kristiani, 41, mengaku sudah mencoba semaksimal mungkin untuk dapat membuat tinggi badan dan berat badan Nafiza naik. Dia tidak lagi membiarkan anaknya makan hanya ketika lapar. Nunik juga lebih mendisiplinkan lagi jam makan Nafizah.

Tapi memang, selama pandemi ini, dia agak terkendala dalam upaya memberikan lebih banyak makanan sehat kepada putri ketiganya itu, seperti buah-buahan dan daging-dagingan sebagai sumber protein berkualitas.

Hal itu terjadi karena Nunik harus menyesuaikan dengan pendapatan suaminya yang turun terdampak wabah virus corona.

“Sekarang sudah dibantu oleh pengurus Posyandu dan petugas kesehatan dari Puskesmas. Saya diberi jatah PMT untuk bisa dikonsumsi adik (Nafizah) seminggu sekali,” kata dia.

Nunik bercerita belum lama ini petugas kesehatan dari Puskesmas Nusukan juga datang ke rumahnya untuk mengambil sampel air yang dipakai untuk keperluan konsumsi sehari-hari. Hal itu dilakukan untuk memastikan penyebab stunting pada Nafizah.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau