Wanti (60) baru saja selesai menjalani mamografi untuk medeteksi adanya kelainan pada payudaranya. "Ternyata rasanya biasa saja diperiksa pakai alat itu," kata salah satu kader Posyandu di Tanah Sereal RW 14 Tambora Jakarta ini.
Butuh waktu sekitar 5-10 menit bagi mereka untuk menyelesaikan pemeriksaan. Wanti dan rekan-rekan sesama kader posyandu lainnya hanya segelintir wanita yang sadar akan pentingnya deteksi dini kanker payudara. “Penting untuk tahu sedini mungkin, apalagi pemeriksaa ini pemeriksaan gratis,” tuturnya.
Selain di Kecamatan Tambora Jakarta Barat, mobil mamografi YKPI ini secara rutin berkeliling Jakarta untuk melayani pemeriksaan secara cuma-cuma.
“Tahun 2015 ini jadwalnya melakukan 60 kegiatan. Satu hari maksimal 50 pasien untuk penggunaan mamografi,” ujar ahli radiologi dr. Demayanti dari RS Kanker Dharmais Jakarta, yang saat itu sedang ikut bertugas di Tambora .
Menurut dr.Walta Gautama, Sp.B(K), Onk, Wakil Ketua IV YKPI, tanggapan masyarakat akan mobil mamografi ini lumayan bagus. "Kami bekerja sama dengan Puskesmas di Jakarta dan juga menyediakan layanan untuk swasta. Sebenarnya mobil seperti ini dibutuhkan, tapi baru ada satu di Indonesia. Di negara yang demikian besar seperti Indonesia, untuk menyebarkan pemeriksaan dini yang paling efektif dengan mobil mamografi," katanya.
Walta menjelaskan, kanker payudara akan selalu menghantui hidup wanita. Namun, seperti penyakit kanker lainnya, kanker payudara juga tidak bergejala.
"Gejalanya tidak jelas, terkadang ada benjolan tapi enggak terasa sakit dan enggak terasa nyeri, sehingga tak ada gangguan bermakna. Pasiennya ya santai-santai saja. Itu yang sering bikin terlambat penanganan," kata ahli bedah kanker dari RS.Kanker Dharmais ini.
Di Indonesia, kanker payudara termasuk jenis kanker tertinggi diantara perempuan. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010, kanker payudara merupakan jenis kanker tertinggi pada pasien rawat inap maupun rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia. Proporsinya sebesar 12.014 orang atau 28,7 persen dari total pasien.
Sementara itu data di RS.Kanker Dharmais menyebutkan, hampir 63 persen pasien datang dengan kanker payudara sudah di stadium 3 atau 4 yang peluang kesembuhannya rendah. "Enggak ada cara lain, penyakit ini ketemunya harus lebih awal. Caranya dengan deteksi dini," ujar Walta.
Ada banyak faktor mengapa kanker payudara selalu ditemukan dalam kondisi sudah lanjut. Salah satunya adalah ketakutan wanita jika terdiagnosis. "Terkadang pasien sudah tahu ada yang tidak beres, tapi dia sembunyikan. Mereka juga takut akan terapinya, takut dikemoterapi atau operasi," paparnya.
Rasa takut tersebut menurut Walta membuat pengobatan alternatif makin berkembang karena mereka menjanjikan penanganan kanker payudara tanpa operasi atau kemoterapi. "Sebenarnya penyakitnya bisa ditangani awal, akhirnya pasien terbuai pengobatan alternatif. Begitu tidak sembuh juga, datang ke rumah sakit sudah stadium lanjut," katanya.
Periksa sendiri
Pemantauan kesehatan payudara sebenarnya bisa dilakukan secara gratis, yakni dengan sadari atau periksa payudara sendiri. Namun, menurut Walta, banyak wanita yang tidak tahu bagaimana cara melakukan Sadari yang benar. "Jangankan orang awam, dokter umum pun ditanya cara sadari yang benar hampir 50 persennya tidak tahu," ujarnya.
Padahal, di negara maju seperti di Eropa, sadari sudah masuk kurikulum sekolah dan wajib dilakukan sejak wanita berusia 20 tahun. "Pemerintah di sana sudah sadar kalau kasus kanker payudara banyak. Kalau enggak dideteksi dini bisa bahaya," katanya.