Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jasamarga

Deteksi Dini, Jawaban untuk Menghindari Kanker Payudara

Kompas.com - 16/06/2015, 18:10 WIB

KOMPAS.com -
Empat orang wanita sedang duduk sambil mengobrol, mereka menunggu giliran pemeriksaan mamografi di mobil mamografi milik Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) yang terparkir di depan Kantor Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu.

Wanti (60) baru saja selesai menjalani mamografi untuk medeteksi adanya kelainan pada payudaranya. "Ternyata rasanya biasa saja diperiksa pakai alat itu," kata salah satu kader Posyandu di Tanah Sereal RW 14 Tambora Jakarta ini.

Butuh waktu sekitar 5-10 menit bagi mereka untuk menyelesaikan pemeriksaan. Wanti dan rekan-rekan sesama kader posyandu lainnya hanya segelintir wanita yang sadar akan pentingnya deteksi dini kanker payudara. “Penting untuk tahu sedini mungkin, apalagi pemeriksaa ini pemeriksaan gratis,” tuturnya.

Baca juga: Kantor Dinkes Bekasi Dirusak Ormas, Dedi Mulyadi Tak Akan Tinggal Diam

Selain di Kecamatan Tambora Jakarta Barat, mobil mamografi YKPI ini secara rutin berkeliling Jakarta untuk melayani pemeriksaan secara cuma-cuma.

“Tahun 2015 ini jadwalnya melakukan 60 kegiatan. Satu hari maksimal 50 pasien untuk penggunaan mamografi,” ujar ahli radiologi dr. Demayanti dari RS Kanker Dharmais Jakarta, yang saat itu sedang ikut bertugas di Tambora .

Menurut dr.Walta Gautama, Sp.B(K), Onk, Wakil Ketua IV YKPI, tanggapan masyarakat akan mobil mamografi ini lumayan bagus. "Kami bekerja sama dengan Puskesmas di Jakarta dan juga menyediakan layanan untuk swasta. Sebenarnya mobil seperti ini dibutuhkan, tapi baru ada satu di Indonesia. Di negara yang demikian besar seperti Indonesia, untuk menyebarkan pemeriksaan dini yang paling efektif dengan mobil mamografi," katanya.

Baca juga: Buntut Kasus RW Bunuh Diri, Kapolsek Kayangan Dicopot dari Jabatan

Walta menjelaskan, kanker payudara akan selalu menghantui hidup wanita. Namun, seperti penyakit kanker lainnya, kanker payudara juga tidak bergejala.

"Gejalanya tidak jelas, terkadang ada benjolan tapi enggak terasa sakit dan enggak terasa nyeri, sehingga tak ada gangguan bermakna. Pasiennya ya santai-santai saja. Itu yang sering bikin terlambat penanganan," kata ahli bedah kanker dari RS.Kanker Dharmais ini.

Di  Indonesia,  kanker  payudara  termasuk  jenis  kanker  tertinggi  diantara  perempuan. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010, kanker payudara merupakan jenis kanker tertinggi pada pasien rawat inap maupun rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia. Proporsinya sebesar 12.014 orang atau 28,7 persen dari total pasien.

Baca juga: Baru Kembali Jadi Damkar Depok, Sandi Butar Butar Sudah Dapat Empat Surat Peringatan

Sementara itu data di RS.Kanker Dharmais menyebutkan, hampir 63 persen pasien datang dengan kanker payudara sudah di stadium 3 atau 4 yang peluang kesembuhannya rendah. "Enggak ada cara lain, penyakit ini ketemunya harus lebih awal. Caranya dengan deteksi dini," ujar Walta.

Ada banyak faktor mengapa kanker payudara selalu ditemukan dalam kondisi sudah lanjut. Salah satunya adalah ketakutan wanita jika terdiagnosis. "Terkadang pasien sudah tahu ada yang tidak beres, tapi dia sembunyikan. Mereka juga takut akan terapinya, takut dikemoterapi atau operasi," paparnya.

Rasa takut tersebut menurut Walta membuat pengobatan alternatif makin berkembang karena mereka menjanjikan penanganan kanker payudara tanpa operasi atau kemoterapi. "Sebenarnya penyakitnya bisa ditangani awal, akhirnya pasien terbuai pengobatan alternatif. Begitu tidak sembuh juga, datang ke rumah sakit sudah stadium lanjut," katanya.

Periksa sendiri

Baca juga: 95 Hari Hilang di Laut, Nelayan Peru Selamat Bertahan Hidup Makan Kecoa, Ikan, dan Darah Kura-kura

Pemantauan kesehatan payudara sebenarnya bisa dilakukan secara gratis, yakni dengan sadari atau periksa payudara sendiri. Namun, menurut Walta, banyak wanita yang tidak tahu bagaimana cara melakukan Sadari yang benar. "Jangankan orang awam, dokter umum pun ditanya cara sadari yang benar hampir 50 persennya tidak tahu," ujarnya.

Padahal, di negara maju seperti di Eropa, sadari sudah masuk kurikulum sekolah dan wajib dilakukan sejak wanita berusia 20 tahun. "Pemerintah di sana sudah sadar kalau kasus kanker payudara banyak. Kalau enggak dideteksi dini bisa bahaya," katanya.

Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau