Sebaliknya, penggunaan model yang kurus dan secara estetik terlalu mulus untuk iklan juga memiliki efek pada kebiasaan makan dan gaya hidup masyarakat. Banyak remaja yang melakukan diet keras karena takut berat badannya bertambah.
Sebuah penelitian dilakukan oleh Dr.Brent McFerran, dari Simon Fraser University untuk mengetahui respon publik terhadap bentuk tubuh para model.
Model bertubuh gemuk yang dianggap sebagai hal yang biasa dinilai akan membuat orang tidak lagi peduli pada berat badannya. Kondisi tersebut semakin mempromosikan bahwa gemuk adalah hal yang bisa diterima.
"Walau hasil studi menunjukkan bahwa menerima bentuk tubuh besar dikaitkan dengan konsekuensi negatif, tapi olok-olok pada orang gemuk atau "fat-shaming" ternyata bisa menggagalkan motivasi untuk menurunkan berat badan," katanya.
Untuk membuat kesimpulan tersebut, para peneliti melakukan 5 percobaan untuk melihat bagaimana orang-orang bereaksi terhadap sesuatu yang menunjukkan bahwa obesitas dapat diterima.
Dalam tiap percobaan itu, subjek ditampilkan pada konsumsi makanan yang tidak sehat dan penurunan motivasi untuk memiliki gaya hidup yang lebih sehat.
Perilaku seperti itu didasari oleh pemikiran bahwa obesitas lebih diterima secara sosial.
Di lain pihak, penerimaan masyarakat pada model bertubuh besar itu bisa berdampak pula pada makin banyaknya konsumen yang merasa cemas akan penampilan dan berat badan mereka. Sayangnya, ini berbanding terbalik dengan tujuan yang ingin dicapai oleh tim marketing.
"Walau menerima atau memberi stigma pada tubuh gemuk memberi hasil yang diinginkan, tapi pihak marketing sebaiknya menggunakan figur dengan berat badan yang sehat," katanya. (Muthia Zulfa)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.