KOMPAS.com – Risiko serangan jantung pada hari-hari ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Namun, saat wanita memasuki masa menopause, risikonya menjadi sama.
“Saat menopause, wanita mengalami penurunan hormon estrogen yang selama ini bersifat melindungi jantungnya,” ujar dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari RS Siloam Kebon Jeruk Jakarta, Antono Sutandar, seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (3/4/2016).
Saat hormon estrogen menurun di masa menopause, kata Antono, tubuh wanita akan sulit menyeimbangkan kadar kolesterol. Akibatnya, kadar kolesterol jahat (LDL) mudah melonjak jika asupan makanan yang masuk ke tubuh tidak sehat.
“Tingginya kadar kolesterol bisa menyebabkan penyumbatan pembuluh darah sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung,” kata Antono.
Cegah sekarang
Untuk menghindari risiko itu, lanjut Antono, wanita bisa melakukan penambahan hormon estrogen. Akan tetapi, terapi hormon ini sudah jarang dilakukan mengingat ada risiko lain yang mengintai, yaitu penggumpalan darah dan kanker payudara.
Jangan tunggu tanda-tanda apalagi benar-benar terkena serangan jantung. Terlebih lagi, kata Antono, pada wanita tanda-tanda itu tidak khas seperti pada laki-laki.
"Pada laki-laki, hanya 15-20 persen serangan yang tidak dilokalisir di dada. Kalau perempuan 30-40 persen. Karena tidak terasa sakit di dada, sering dikira bukan serangan jantung," kata Antono.
Mulai sedini mungkin
Cara paling aman untuk menghindari risiko serangan jantung adalah dengan memulai gaya hidup sehat.
Di antara usaha yang bisa dilakukan adalah mengatur makanan, menjaga berat badan ideal, olahraga, serta mengendalikan tekanan darah, diabetes melitus, dan kadar lemak dalam darah.
Pada dasarnya serangan jantung tergolong penyakit kardiovaskular—gangguan kesehatan yang melibatkan sistem jantung dan pembuluh darah.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada 2008, misalnya, menyebutkan angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler diperkirakan meningkat menjadi 17,5 juta sampai 20 juta per tahun pada 2015.
Prediksinya, peningkatan akan terus terjadi hingga 30 juta per tahun pada 2030.
Di Asia, bukan hanya orang-orang berusia lanjut yang perlu mawas diri mengantisipasi penyakit ini. Ditengarai, orang-orang muda usia pun kerap terjangkit penyakit tersebut.
Oleh karenanya pencegahan tak cukup bila baru memulai gaya hidup sehat pada usia yang tak lagi muda.
Pemeriksaan kesehatan rutin atau medical check-up dan konsultasi pada dokter tentu bisa menjadi solusi untuk mengenali tanda-tanda penyakit itu sejak dini.
Waspadalah!