GREGORIUS MAGNUS FINESSO
Riuh tawa suara bocah memecah keheningan di sebuah ruang kamar hotel berbintang. Di atas ranjang bersih nan empuk itu, Dandi (7), Riyanti (6), dan Daryo (4) berebut permen cokelat. Sesekali, si bungsu menggelayut di bahu Tasripin, kakaknya, yang duduk kalem di sudut ranjang. Sang kakak tersenyum memandang keceriaan adik-adiknya.
”Di sini enak, kasurnya empuk. Tapi, saya tetap kangen rumah,” ujar Tasripin, Kamis (18/4), bocah yang beberapa hari terakhir ini menjadi perbincangan hangat setelah kisah pilunya tersebar ke khalayak luas.
Tasripin sebelum ini terpaksa menjadi buruh tani untuk menghidupi ketiga adiknya setelah ditinggal pergi sang ayah ke Kalimantan enam bulan lalu. Satinah, ibu mereka, meninggal dua tahun lalu karena tertimpa batu saat menambang pasir di dekat rumahnya. Setelah kakak sulungnya turut merantau kerja di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan, praktis Tasripin menjadi tumpuan hidup ketiga adiknya.
Sejak Rabu malam, Tasripin dan ketiga adiknya diinapkan di sebuah hotel berbintang di Purwokerto. Keempatnya sengaja diinapkan karena rumah mereka sedang direnovasi oleh relawan TNI dari Kodim 0701 Banyumas dan Korem 071 Wijayakusuma.
Oleh Kodim 0701 Banyumas, Tasripin disediakan dua kamar di kamar nomor 246 dan 250. Namun, Tasripin dan ketiga adiknya lebih suka tinggal dalam satu kamar.
Hidup bertahun-tahun dengan dipan kayu yang lembab, ketiga adik Tasripin mengaku senang bisa menikmati kasur empuk sembari menonton acara di televisi. Tak hanya itu, pelbagai makanan, camilan, hingga susu kemasan terus mengalir dari para donatur yang peduli dengan nasib Tasripin dan ketiga adiknya itu.
Kondisi Tasripin jauh berbeda dengan ketika