Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memulai "Wellness", Ramai-ramai Menolak Tua dan Berinvestasi Hidup Sehat

Kompas.com - 02/03/2016, 07:30 WIB
Amir Sodikin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kemarin, Selasa (1/3/2016), saya "dipaksa" mengikuti sebuah acara bertajuk "wellness" di Jakarta. Bersama puluhan teman-teman lainnya, kami yang sebagian memang malas berolahraga dan cuek dengan menjadi "pemakan segala", hari itu akan dididik menjadi "ksatria sejati" yang peduli dengan kesehatan diri sendiri.

Acara ini penting. Teramat penting untuk dilewatkan. Tapi ya namanya saja pemalas, terasa masih ada beban untuk menuju jalan perubahan.

Padahal, mereka yang menjadi peserta sebagian adalah mereka yang memiliki masalah dengan kolesterol, obesitas, berat badan berlebih, darah tinggi, dan seabrek istilah lainnya yang kami tak peduli sebelumnya.

Tapi, apa sebenarnya yang disebut program "wellness" itu? Dikutip dari laman shcs.ucdavis.edu, disebutkan bahwa "wellness" adalah proses aktif untuk menjadi sadar untuk membuat pilihan menjadi sehat dan lebih bermutu.

Tak hanya sekadar menghilangkan penyakit, program "wellness" juga peduli pada sebuah kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial ke arah yang lebih baik.

Salah satu narasumber dan mentor kami dalam program ini adalah Monica Kumalasari, seorang psikolog kesehatan. Monica mengatakan, program "wellness" akan berlangsung selama 66 hari ke depan.

Kami disambut oleh banner dengan tagline "Forbidden 5C". Apa itu 5C? Ternyata, Crispy, Chips, Chocolate and Cheese, Cake, dan Cookies.

Apa saja jenis-jenis makanan yang masuk 5C ini? Sabar, pelajarannya belum sampai ke situ. Kelak akan kami bahas makanan sehat seperti apa yang boleh dan tidak boleh di program "wellness" ini.

Setiap peserta memiliki target yang berbeda-beda. Ada yang ingin menurunkan kolesterol, menurunkan berat badan, keluar dari obesitas, menurunkan lingkar pinggang, hingga menjaga kebugaran.

Monica Kumalasari mengatakan, program dimulai dengan pretest untuk mengetahui dasar-dasar kemampuan seseorang tentang aneka jenis pertanyaan terkait makanan sehat. Kemudian dilanjutkan dengan dua hari "pendidikan", yang pada intinya bagaimana menggembleng mental untuk bisa hidup sehat.

Satu hal yang membuat hati saya tentrem dan kemudian merasa harus istiqomah untuk mengikuti program ini adalah pernyataan dari Dokter Monica, yaitu pentingnya misi perusahaan bagaimana mengembalikan karyawan saat pensiun ke keluarganya dalam kondisi sehat.

Jangan sampai, investasi yang telah dipupuk saat muda habis digunakan untuk berobat di hari tua. Siap, Dokter! Kami siap mengikuti jalan "wellness". 

Tiga hal yang ditekankan: manajemen makan, sensasi olahraga, dan pengelolaan bebas stress. Saya dan mungkin sebagian orang yang selama ini tak peduli bahayanya gorengan, akan dididik memilih makanan yang sehat, diajari cara berolahraga yang benar, hingga bagaimana lepas dari stress.

Di hari pertama ini, kami juga diperkenalkan dua aplikasi di telepon seluler untuk menunjang program "wellness". Kelak, akan saya bahas bagaimana penggunaann aplikasi ini.

Rabu (2/3/2016) hari ini, kami akan memasuki kelas kembali di hari kedua. Salah satu materinya adalah membuka sekat mental atau mental blocks. Sesi ini akan berusaha membuka benteng resistensi para peserta agar terbuka lebar dan mau menjalankan program "wellness" ini.

Konon katanya, resistensi dan belum siapnya mental menjadi faktor utama keberhasilan program ini. Resistensi ini di hari pertama sebenarnya sudah mulai runtuh.

Peserta yang tadinya ogah-ogahan, seperti saya, mulai mau memperhatikan presentasi narasumber. Salah satu narasumber yang menyegarkan mental kita akan pentingnya hidup dengan makanan sehat adalah Yovi Yoanita, seorang praktisi antiaging.

Dokter Yovi memaparkan bagaimana pola makanan sehat untuk hidup sehat dan memperlambat penuaan. Tulisan soal antiaging ini akan kami buat terpisah.

Setelah pendidikan ini, peserta akan dilepas ke realitas dunia yang penuh godaan. Selama 66 hari, iman para peserta akan diuji untuk hanya memilih makanan yang sehat dan harus taat menepati jumlah kalori yang telah diukur. Aiih, terbayang sudah bagaimana beratnya!

Nantinya tak akan ada lagi junk-food, makanan gorengan kesukaan, jeroan, hingga sop konro pujaan banyak pria. Bahkan kerupuk putih dalam toples kaleng yang selalu menemani di saat makan itu pun dianjurkan untuk dihentikan. Cookies, cake, cokelat, nasi putih, bakwan? Oh...Tuhan kuatkan iman kami.

Setelah 66 hari, barulah nanti akan ada tes akhir dan perayaan kelulusan. Apakah kami bisa mencapai target dan bisa lulus semua? Tunggu 66 hari ke depan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com