Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/05/2016, 16:20 WIB

Pemicu

Pemerkosaan akan terjadi jika seseorang yang memiliki berbagai faktor risiko biopsikososial itu menemukan pencetus. Misalnya, tontonan pornografi, minuman alkohol, hadirnya korban atau kontrol sosial lemah.

Alkohol dan pornografi bukan penyebab pemerkosaan, tetapi pencetus. Saat mabuk, pertimbangan seseorang turun. Akibatnya, saat ada calon korban, mereka mudah melampiaskan superioritas, tak peduli korban itu cantik, memiliki kesempurnaan fisik ataupun tidak.

Demikian pula pornografi. Dia merusak otak dan memengaruhi jiwa seseorang. Pornografi yang intens mendorong perendahan perempuan. Namun, itu tak langsung membuat pornografi jadi penyebab pemerkosaan. "Kemampuan mengelola hasrat dan mengatur emosi, mengembangkan pemikiran non-kekerasan dan bertingkah positif bisa dilatih," kata Nathanael.

Hukuman

Menurut kompleksitas pemerkosaan, hukuman pemerkosa, khususnya yang muda, seharusnya tak hanya menimbang efek jera, tetapi juga perlu rehabilitasi pelaku. "Perlu pemidanaan, tetapi harus ada koreksi demi mencegah kambuhnya perilaku," katanya.

Namun, rehabilitasi pelaku terkendala terbatasnya psikiater, psikolog klinik, atau pekerja sosial yang paham kesehatan jiwa. Dalam banyak kasus, terapi bagi korban kejahatan seksual saja banyak yang tak tertangani.

Pengebirian bisa jadi alternatif, khususnya pada pemerkosa dengan gangguan hormonal hingga tak bisa mengontrol hasrat seksual. Namun, prosedur etis harus diperhatikan dan berdasar persetujuan pemerkosa.

Namun, Nalini mengingatkan, kebiri bagi pemerkosa kontroversial di negara mana pun. Hukuman itu dinilai tak arif karena pemerkosa belum tentu punya soal seksual, tetapi jiwanya. Jadi, mereka masih bisa berbuat kekerasan dan kejahatan nonseksual.

"Hal utama, penegakan hukum yang memicu efek jera dan melindungi korban," ujarnya.

 


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Mei 2016, di halaman 14 dengan judul "Jiwa-jiwa yang Kerdil".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com