Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Virus Corona Tidak Akan Hilang, "New Normal" Tanpa Salaman

Kompas.com - 20/05/2020, 16:04 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

Sumber BBC,Forbes,Time

KOMPAS.com - Semenjak ada pandemi virus corona, salaman menjadi sesuatu yang tidak lazim dalam keseharian.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tradisi menyapa orang dengan jabat tangan ini bisa menjadi pintu penularan virus corona jenis SARS-CoV-2 biang penyakit Covid-19.

Begitu telapak tangan penderita Covid-19 yang belum steril salaman atau menyentuh suatu benda, orang yang menyentuhnya lalu tanpa sengaja tangannya memegang mata, mulut, atau hidung bisa ikut tertular virus corona.

Baca juga: Studi Sebut Virus Corona Bisa Bertahan di Air Mani

Untuk mencegah penularan virus corona, budaya baru menyapa orang di era pandemi disarankan untuk berganti menjadi melambaikan tangan, mengangukkan kepala, atau membungkukkan badan.

Seiring peringatan WHO terkait virus corona tidak akan pernah hilang, lantas bagaimana masa depan salaman?

Virus corona tidak akan pernah hilang

Direktur Eksekutif Program Keadaan Darurat Kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Mike Ryan, MB, MPH. menyampaikan, virus corona berpotensi menjadi endemik baru yang hidup di tengah masyarakat.

"Virus corona mungkin tidak akan pernah hilang. (Seperti) HIV yang tak kunjung hilang," terang dia, seperti dilansir Forbes (17/5/2020).

Simpulan ini disampaikan berdasarkan amatannya, ahli sulit memastikan kapan atau mungkinkan penyakit akibat infeksi virus corona bisa benar-benar berakhir.

Infeksi bisa berkembang menjadi endemik atau penyakit yang muncul di suatu wilayah ketika ada temuan kasus secara terus-menerus tanpa perlu banyak kasus impor dari wilayah lain.

Penyakit menular seperti Covid-19 baru bisa berhenti menular di suatu wilayah apabila sebagian besar orang telah kebal virus.

Atau, masyarakat konsisten untuk jaga jarak aman dengan sekitarnya dalam rentang waktu yang sangat lama.

Baca juga: Sering Lupa Ini Hari Apa Bisa Jadi Tanda Stres Pandemi Corona

Namun, sekalipun sudah banyak orang yang kebal Covid-19, virus corona tidak serta-merta hilang.

Transmisi atau penularan penyakit secara bertahap baru bisa berkurang seiring berjalannya waktu.

Selain itu, keberadaan vaksin anti-Covid-19 yang kini tengah diupayakan ahli di segala penjuru dunia juga dianggap tidak bisa melindungi orang selamanya.

Begitu vaksin pencegahan virus corona sudah tersedia, orang bisa jadi membutuhkan vaksinasi berulang untuk melindungi diri dari Covid-19 karena virus juga bermutasi.

Untuk itu, setiap orang diminta bersiap dengan kondisi virus corona tidak akan pernah hilang.

Beberapa upayanya dengan sebisa mungkin beraktivitas di rumah.

Apabila terpaksa keluar rumah, setiap orang wajib menjaga jarak dengan sekitar minimal dua meter, wajib pakai masker, dan senantiasa menjaga kebersihan tangan.

Baca juga: Bagaimana Infeksi Virus Corona Bisa Picu Stroke pada Kalangan Muda?

Dunia tanpa salaman

Kanselir Jerman Angela Merkel (kiri) tertawa seraya mengangkat tangannya pada 2 Maret 2020. Momen itu terjadi setelah Menteri Dalam Negeri Horst Seehofer menolak jabat tangan dengannya di tengah penyebaran virus corona.AFP/JOHN MACDOUGALL Kanselir Jerman Angela Merkel (kiri) tertawa seraya mengangkat tangannya pada 2 Maret 2020. Momen itu terjadi setelah Menteri Dalam Negeri Horst Seehofer menolak jabat tangan dengannya di tengah penyebaran virus corona.
Pemerhati Covid-19 yang juga Direktur National Institute of Allergy and Infectious Disease AS, Dr. Anthony Fauci, menyebut virus corona menjadi akhir dari tradisi salaman.

Menurut Fauci, ketika suatu daerah mulai melonggarkan pembatasan sosial untuk mencegah penularan virus corona, beberapa perilaku wajib ikut berubah.

"Saya rasa kita tidak seharusnya salaman lagi. Tak hanya untuk virus corona, tapi juga mencegah penularan penyakit lain," kata dia, seperti dilansir Time (9/4/2020).

Fauci berpendapat, masyarakat perlu bersiap menghadapi gaya new normal, salah satunya hidup tanpa salaman.

"Gaya normal yang baru adalah rajin cuci tangan dan tidak menjabat tangan siapapun," ujar dia.

Baca juga: Gejala Infeksi Virus Corona Bisa Berbeda, Tergantung Daya Tahan Tubuh

Kendati ada imbauan untuk meniadakan salaman untuk mencegah penularan virus corona, praktiknya dunia tanpa jabat tangan bukanlah perkara mudah.

Pasalnya, salaman atau jabat tangan sudah menjadi kebiasaan yang berlangsung cukup lama.

"Kebiasaan salaman ini sulit dihindari," kata Elke Weber, profesor psikologi dari Princeton University AS, seperti dilansir BBC (6/5/2020).

Kendati sulit, menurut Prof Weber, usaha setiap orang untuk menghentikan tradisi salaman demi mencegah penularan virus corona tidak berlebihan.

"Bertahan hidup atau berusaha untuk tetap hidup adalah fitrah manusia," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau