KOMPAS.com - Garam himalaya adalah jenis garam berwarna merah muda yang berasal dari kaki perbukitan Himalaya.
Belakangan, popularitas garam himalaya menanjak karena diklaim sarat dengan berbagai mineral dan bisa memberikan manfaat bagi kesehatan.
Karena alasan tersebut, garam himalaya dianggap lebih sehat ketimbang garam biasa. Benarkah?
Sebelum mengulas klaim tersebut, berikut penjelasan apa itu garam himalaya, dan beda garam himalaya dengan garam biasa.
Baca juga: Mitos atau Fakta, Makan Kacang Menyebabkan Jerawat Bermunculan
Melansir Healthline, garam himalaya adalah garam yang ditambang dari kawasan pertambangan garam Khewra, di dekat Himalaya, Pakistan.
Tambang garam Khewra adalah salah satu tambang garam tertua dan terbesar di dunia. Tambang ini diyakini terbentuk sejak jutaan tahun silam.
Garam himalaya diekstraksi secara manual dan minim proses pemurnian, sehingga garam ini minim tambahan zat kimia.
Namun, seperti garam biasa atau garam dapur, garam himalaya banyak mengandung natrium klorida.
Cara menggunakan garam himalaya serupa dengan garam biasa. Yakni untuk memasak, membumbui makanan, untuk mengangkat sel kulit mati saat mandi, dll.
Baca juga: Mitos atau Fakta, Air Fryer Bikin Masakan Lebih Sehat?
Berkat pemrosesan secara alami ditunjang kandungan mineral yang berbeda dari garam biasa, garam himalaya memiliki warna merah muda.
Salah satu yang membuat mineral yang membuat warna garam himalaya berwarna merah muda adalah zat besi.
Salah satu studi menganalisis kandungan nutrisi berbagai jenis garam termasuk garam himalaya dan garam biasa (garam dapur). Berikut hasilnya:
Garam himalaya per satu gram mengandung:
Baca juga: Hati-hati, Konsumsi Garam Berlebihan Lemahkan Daya Tahan Tubuh
Garam biasa (garam dapur) per satu gram memiliki:
Seperti yang terlihat dari perbandingan kandungan gizi kedua garam di atas, garam dapur memiliki lebih banyak natrium ketimbang garam himalaya.
Sementara garam himalaya mengandung lebih banyak kalsium, kalium, magnesium, dan zat besi.
Akan tetapi, perbedaan kandungan nutrisi kedua jenis garam tersebut sangat kecil atau tidak signifikan.
Untuk memenuhi kebutuhan kalium per hari misalkan, dibutuhkan 1,7 kilogram garam hilamaya per hari.
Jumlah tersebut tidak realistis untuk dikonsumsi, karena konsumsi garam berlebihan justru bisa berbahaya bagi kesehatan.
Baca juga: 5 Cara Memasak Telur agar Lebih Sehat
Namun, sejumlah klaim kesehatan terkait garam himalaya belum memiliki bukti kuat atau studi pendukung.
Melansir Medical News Today, garam himalaya diklaim lebih rendah natrium ketimbang garam biasa, sehingga dianggap bisa menunjang diet.
Padahal, merujuk data studi, perbedaannya tidak signifikan sehingga klaim tersebut tidak sepenuhnya tepat.
Faktanya, ukuran kristal garam himalaya ada yang lebih besar ketimbang garam biasa dan ada yang sama saja.
Secara teknis, ukuran kristal garam yang lebih besar membuat porsi natrium per takarannya jadi lebih sedikit. Sehingga, penggunaannya bisa jadi lebih sedikit ketimbang pemakaian garam biasa.
Namun, perlu diperhatikan, ada juga garam himalaya yang punya ukuran butiran sama dengan garam biasa. Sehingga, takaran penggunaannya jadi sama saja.
Baca juga: Margarin dan Mentega, Mana yang Lebih Sehat?
Hal yang perlu diperhatikan terkait penggunaan garam himalaya maupun garam biasa sebenarnya terkait batas aman konsumsi natrium per hari.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan menganjurkan, konsumsi garam setiap orang maksimal 2.000 miligram natrium, atau 1 sendok teh, atau 5 gram per hari.
Efek samping konsumsi garam berlebihan bisa meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, osteoporosis, sampai penyakit ginjal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.