SOLO, KOMPAS.com - Rumah Sakit (RS) tak bisa mengajukan klaim penggantian biaya perawatan pasien Covid-19 seenak sendiri.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah menetapkan pagu terkait biaya pelayanan pasien akibat infeksi virus SARS-CoV-2.
Standar pembiayaan itu telah tertuang di dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. HK.01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerming (PIE) Tertentu Bagi RS yang Menyelenggarakan Pelayanan Covid-19.
Baca juga: Jangan Keliru, Hasil Rapid Test Non-Reaktif Belum Tentu Negatif Covid-19
Wakil Direktur Penelitian dan Pendidikan RS Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dr. Tonang Dwi Ardyanto, SpPK., Phd., menyatakan dokumen itu bersifat publik, sehingga masyarakat bisa saja mengetahui kisaran biaya yang dibutuhkan untuk penanganan pasien Covid-19.
Dalam Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/238/2020, telah diatur nilai top up per hari (cost per day) untuk perawatan pasien Covid-19 di RS.
"Siapa pun bisa mengakses dokumen regulasi ini. Jadi sama sekali tidak ada rahasia atau tidak ada maksud disembunyikan mengenai biaya pelayanan Covid-19," kata Tonang saat diwawancara Kompas.com, Rabu (24/6/2020).
Tonang pun berujar sah-sah saja jika ada masyarakat atau pihak yang menilai biaya perawatan pasien Covid-19 terbilang besar. Nominal biaya yang diperlukan untuk merawat satu pasien memang bisa mencapai seratusan juta rupiah, terutama yang memiliki penyakit penyerta.
Menurut dia, biaya yang besar di antaranya untuk sarana prasarana (ruang isolasi, alur, dan zonasi khusus Covid-19), alat kesehatan yang harus terpisah dengan layanan non-Covid-19, serta alat pelindung diri (APD) dengan semua kelengkapannya.
"Maka wajar juga jika muncul imbauan, masyarakat diharapkan selalu berdisiplin menjalankan protokol kesehatan karena biaya perawatan Covid-19 ini besar," tutur Dosen Fakultas Kedokteran (FK) UNS itu.
Tonang menegaskan dalam Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/238/2020, telah diatur banyak ketentuan terkait penanganan Covid-19, termasuk rincian syarat pasien yang boleh diajukan klaimnya. Dengan begitu, RS benar-benar tak bisa sembarangan.
Lagi pula, untuk dapat mencairkan klaim penggantian biaya perawatan pasien Covid-19, kata dia, RS harus lebih dulu melewati proses verifikasi yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan.
Tonang menerangkan, BPJS Kesehatan setidaknya memiliki empat tugas dalam proses verifikasi klaim Covid-19. Dua tugas di antaranya, yakni memastikan terlayaninya pasien Covid-19 dan memastikan pelayanan sesuai standar.
Baca juga: WHO Ingatkan Anak Muda Juga Berisiko Terkena Covid-19 yang Parah
"Mekanisme segitiga inilah yang menjadi standar menuju transparansi dan akuntabilitas. Di mana, Kemenkes menerbitkan standar pelayanan Covid-19, RS menjalankan sesuai standar, dan BPJS Kesehatan menilai pelaksanan standar," tutur dia.
Dengan demikian, bukan hanya RS yang tidak bisa sembarangan dalam mengajukan klaim pengganti biaya perawatan pasien Covid-19. Kemenkes juga tidak bisa begitu saja mencairkan dana untuk RS. Pasalnya, ada BPJS Kesehatan yang memiliki tugas verifikasi dan tentu juga harus dapat mempertanggungjawabkan perannya.
"Apa inti dari sistem ini? Tidak lain adalah untuk mendorong transparansi. Sudah lama tentu kita tahu dalam hiruk pikuk JKN-KIS, BPJS Kesehatan sangat berhati-hati dalam setiap proses verifikasi," kata dia.
Pejabat Humas RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Eko Haryati, juga menyebut RS tak bisa mengajukan klaim penggantian biaya perawatan pasien Covid-19 seenaknya.
Sesuai Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/238/2020, pelayanan yang diberikan dan maksimal lama perawatan, ditentukan dengan menggunakan tarif INA-CBG dan top up perawatan dihitung sebagai cost per day yang efektif dan efisien.
"Klaim biaya penggangi diajukan secara kolektif kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, dengan ditembuskan ke BPJS Kesehatan untuk verifikasi dan Dinas Kesehatan melalui email," jelas Eko.
Saat dimintai tanggapan, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Solo, Rahmad Asri Ritonga, memastikan BPJS Kesehatan Cabang Solo melakukan proses verifikasi klaim sesuai dengan ketentuan, akuntabel, dan transparan.
Dia mengungkapkan, hal yang wajib dilakukan oleh BPJS Kesehatan dalam proses verifikasi klaim penggantian biaya perawatan Covid-19 pada prinsipnya sama seperti saat mengelola program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia Sehat (KIS).
"Tentu sudah ada juknis (petunjuk teknis) verifikasi yang diatur Kemenkes. Jadi, sudah ada petunjuknya apa saja yang harus dilampirkan atau disiapkan oleh faskes untuk bisa kami periksa. Kalau belum sesuai syarat, kami akan kembalikan berkasnya atau bisa dikonsultasikan ke Kemenkes sehingga nanti mereka yang akan memutusan," jelas dia.
Dalam proses verifikasi klaim, BPJS Kesehatan melakukannya secara online. Dengan begitu, ada rekam jejak digital yang jelas terkait berkas-berkas pendukung yang beredar. Mekanisme inilah yang menurut Rahmad, menjadi salah satu upaya juga untuk mendukung transparansi pelayanan, selain karena memang untuk meminimalisir penularan Covid-19 akibat pertukaran berkas secara manual.
Baca juga: Dokter: Rokok Dapat Tingkatkan Risiko Infeksi Virus Corona
Apakah sistem verifikasi klaim Covid-19 yang sudah berjalan tak mungkin ada kelalaian? Rahmad menanggapi, sistem yang baik tentu berusaha semaksimal mungkin menutupi celah kekurangan. Tapi memang, tidak ada sistem yang 100 persen tanpa risiko kelalaian.
Maka dari itu, yang diperlukan adalah monitoring, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan.
BPJS Kesehatan pusat sendiri telah berkonsultasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk meminta masukan terhadap penyempurnaan pedoman verifikasi klaim Covid-19 karena dinilai masih ada beberapa aturan yang belum selaras terkait teknis verifikasi klaim Covid-19 saat ini.
"Bagi kami, menjalankan tugas verifikasi ini adalah bentuk nasionalisme dalam melawan Covid-19. Jadi, akan kami lakukan sebaik mungkin. Tugas ini tak kami anggap sebagai tambahan pekerjaan yang memberatkan. Justru kami bangga karena dipercaya bisa membantu pemerintah dalam upaya pelayanan Covid-19," tutur Rahmad.
Tabel alur pengajuan klaim Covid-19:
1. Dimulai dari RS mengajukan permohonan pengajuan klaim secara kolektif melalui email ke Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan cq. Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, ditembuskan ke BPJS Kesehatan untuk verifikasi dan Dinas Kesehatan.
2. Adapun berkas pendukung verifikasi diajukan melalui aplikasi Eklaim INA-CBGs.
3. Kemenkes dapat memberikan uang muka paling banyak 50 persen dari jumlah klaim yang diajukan.
4. Berkas klaim pasien Covid-19 yang dapat diajukan adalah yang dirawat sejak tanggal 28 Januari 2020.
5. Selanjutnya BPJS Kesehatan akan melakukan verifikasi terhadap klaim sesuai dengan ketentuan yang ada dalam petunjuk teknis klaim penggantian biaya perawatan.
6. Setelah melakukan verifikasi, BPJS Kesehatan akan menerbitkan Berita Acara Verifikasi pembayaran tagihan klaim pelayanan kepada Kemenkes. BPJS Kesehatan diberi waktu 7 hari kerja dalam proses verifikasi klaim tersebut.
7. Selanjutnya, setelah diserahkan berita acara verifikasi, Kemenkes akan membayarkan klaim kepada RS setelah dikurangi uang muka yang telah diberikan sebelumnya. Biaya klaim akan ditransfer ke rekening instansi pemohon (RS) oleh Kemenkes dalam kurun waktu 3 hari kerja.
8. Sumber pembiayaan klaim pasien Covid-19 berasal dari DIPA Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan atau sumber lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.