Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paracetamol atau Ibuprofen, Mana yang Lebih Baik untuk Obat Demam?

Kompas.com - 26/08/2020, 06:02 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com – Demam sebenarnya bukanlah suatu penyakit.

Demam adalah salah satu mekanisme tubuh ketika bereaksi terhadap sesuatu yang dianggap tidak normal, misalnya infeksi virus atau bakteri.

Tubuh menaikkan suhu untuk membunuh kuman penginfeksi.

Seperti diketahui, bakteri dan virus tidak tahan terhadap panas.

Baca juga: 3 Obat Demam yang Bisa Dibeli Tanpa Resep, Mana yang Terbaik?

Demam juga merupakan salah satu cara alami mengaktifkan sistem pertahanan tubuh.

Demam membuat sel-sel darah putih lebih aktif dalam melawan virus dan bakteri penyebab penyakit.

Jadi, demam sebetulnya punya fungsi yang baik bagi kesehatan.

Melansir Mayo Clinic, untuk penyakit yang tidak berbahaya, demam yang menjadi gejalanya tidak perlu diobati.

Jika setiap kali demam, seseorang minum obat penurun panas, hal itu sama saja dengan menghentikan kerja tubuh dalam melawan kuman dan meningkatkan imunitas.

Dengan begitu, pada kondisi tertentu saja obat demam perlu diberikan.

Misalnya, jika dibiarkan saja, demam berpotensi menyebabkan risiko buruk, seperti dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) dan kejang (demam sangat tinggi).

Pada bayi, obat demam sebaiknya baru diberikan ketika mereka rewel dan kurang istirahat.

Apabila anak demam dengan kondisi yang masih tampak nyaman, tindakan yang sebaiknya dilakukan hanya observasi.

Hal itu dilakukan sampai suhu turun dengan sendirinya dan tidak perlu diberikan obat penurun panas.

Baca juga: Alasan Tak Boleh Buru-buru Minum Obat Penurun Panas Saat Demam

Tepat memilih obat demam

Paracetamol dan ibuprofen kiranya menjadi dua jenis obat penghilang rasa sakit dan penurun panas tanpa resep yang paling umum digunakan selama ini, terutama pada anak-anak.

Meski cenderung memiliki manfaat yang sama, paracetamol dan ibuprofen tetap saja adalah dua jenis obat yang berbeda, sehingga tak boleh digunakan secara acak atau sembarangan.

Paracetamol dan ibuprofen berbeda dalam bagaimana mereka bekerja, seberapa cepat bekerja, berapa lama bertahan di dalam tubuh, termasuk risiko atau efek samping terhadap tubuh.

Jadi, mana yang lebih baik, paracetamol dan ibuprofen untuk mengatasi demam?

Melansir Buku Obat Sehari-hari (2014) oleh M. Sholekhudin, jika memang obat penurun panas diperlukan, obat pilihan utama yang dianjurkan adalah paracetamol.

Baca juga: 5 Cara Mengompres yang Benar Agar Demam Anak Cepat Turun

Dibandingkan dengan obat penurun panas lainnya, termasuk ibuprofen, paracetamol paling aman asalkan digunakan dengan dosis normal dan tidak dalam jangka panjang.

Jika pasien tidak bisa menelan obat, mereka bisa menggunakan paracetamol dalam bentuk supositoria yang dimasukkan ke dalam dubur.

Sementara itu, hati-hati dalam menggunakan obat tetes paracetamol.

Baca betul aturan pakainya sebelum digunakan.

Pada saat meneteskan ke mulut bayi terutama, pastikan betul volume obat sudah tepat untuk menghindari risiko overdosis.

Pasalnya, obat tetes mengandung paracetamol pada umumnya dalam konsentrasi yang tinggi.

Kesalahan volume sebesar 0,3 ml saja bisa menyebabkananak minum paracetamol 30 mg lebih banyak.

Overdosis paracetamol bisa menyebabkan masalah di lever atau hati.

Risiko overdosis harus diwaspadai mengingat aturan pakai obat-obatan di Indonesia biasanya didasarkan pada umur, bukan berat badan.

Baca juga: Alasan Air Hangat Lebih Tepat untuk Mengompres Anak Demam

Padahal, yang lebih tepat seharusnya didasarkan pada umur dan berat badan juga.

Ada kalanya anak baru berusia 2 tahun tapi tubuhnya bongsor dan berat badannya seperti anak umur 4 tahun.

Begitu juga sebaliknya, ada kalanya ditemukan anak dengan usia 4 tahun tapi badannya kecil seperti anak baru umur 2 tahun.

Ibuprofein jadi pilihan kedua

Jika paracetamol sudah tidak mempan dalam mengobati demam, ibuprofen barulah bisa digunakan.

Perlu diperhatikan, pemakaian ibuprofen jangan digabung dengan paracetamol.

Gunakan salah satu obat demam saja.

Baca juga: 7 Fakta Penting tentang Demam Berdarah (DBD)

Jika keduanya dikonsumsi dalam waktu bersamaan atau berdekatan, berisiko menimbulkan overdosis.

Dibanding paracetamol, ibuprofen memang memiliki kemampuan menurunkan panas lebih kuat.

Tapi, obat ini memiliki kelemahan karena punya efek samping yang lebih banyak.

Ibuprofen sebaiknya tidak digunakan pada bayi di bawah usia 6 bulan atau pada kondisi demam yang disertai muntah dan dehidrasi, serta pada demam berdarah (DBD).

Pada penderita DBD, ibuprofen justru akan meningkatkan risiko pendarahan.

Jika paracetamol dan ibuprofen tidak kunjung juga mempan dalam mengatasi demam, sebaiknya segera pergi ke dokter.

Kecuali atas resep dokter, sebaiknya jangan menggunakan aspirin (asetosal) karena obat ini punya efek samping yang lebih banyak, terlebih oleh anak-anak.

Melansir Buku Orangtua Cermat Anak Sehat (2012) oleh dr. Arifianto, Sp.A, jangan pernah memberikan aspirin pada anak yang demam karena memiliki efek samping seperti mual, muntah, perdarahan saluran cerna, dan yang terberat adalah sindom Reye.

Baca juga: Sindrom Reye: Penyebab, Gejala, Cara Menangani, dan Cara Mencegah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau