Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Antibodi Monoklonal untuk Pasien Covid-19

Kompas.com - 05/09/2021, 15:00 WIB
Ariska Puspita Anggraini

Penulis

KOMPAS.com - Antibodi monoklonal juga digadang-gadang sebagai metode ampuh untuk atasi Covid-19.

Pada Februari 2021, Food and Drug Administration (FDA) AS mengeluarkan otorisasi penggunaan darurat (EUA) untuk antibodi monoklonal untuk mengobati COVID-19 ringan hingga sedang pada pasien berisiko tinggi.

Di Indonesia, metode pengobatan ini telah dimasukkan ke dalam Surat Usulan Revisi Pedoman Tata Laksana Covid-19 tertanggal 14 Juli 2021 oleh sejumlah perhimpunan profesi dokter Indonesia.

Baca juga: Disentri

Apa itu antibodi monoklonal?

Menurut Spesialis penyakit menular Adarsh Bhimraj, metode ini memang mampu mencegah infeksi Covid-19 yang parah pada pasien berisiko tinggi.

Antibodi monoklonal merupakan antibodi buatan yang dirancang untuk meniru antibodi alami tubuh Anda.

“Antibodi pada dasarnya adalah protein yang dibuat tubuh untuk melawan infeksi tertentu," ucap Bhimraj.

Ketika tubuh manusia terkena infeksi, ia mulai membuat protein tertentu untuk melawan infeksi itu.

Dalam 10 hari setelah tertular Covid-19, tubuh Anda mulai memproduksi antibodi untuk melawan infeksi dan membantu Anda pulih dari infeksi tersebut.

Setelah mengalami infeksi tertentu, tubuh akan menyimpan beberapa antibodi sebagai cadangan.

Jika Anda terkena infeksi yang sama lagi di kemudian hari, tubuh dapat mulai melawan infeksi tersebut dengan cepat.

“Ini amunisi yang sangat spesifik untuk melawan organisme menular tertentu,” kata Bhimraj.

Cara kerja antibodi monoklonal

Seperti yang disebutkan sebelumnya, antibodi monoklonal adalah antibodi buatan laboratorium yang melakukan apa yang dilakukan antibodi alami tubuh.

Ada beberapa kombinasi yang digunakan. Namun, yang paling banyak digunakan di dunia adalah kombinasi dua obat yang disebut bamlanivimab dan etesevimab.

Dua jenis obat tersebut bekerja dengan cepat dan lebih kuat, membantu tubuh Anda mengikat apa yang disebut "protein lonjakan" dari virus SARS-CoV-2.

"Jika seseorang yang tidak memiliki kekebalan terhadap virus Corona, antibodi monoklonal dapat memblokir virus dan mencegah orang tersebut benar-benar terkena infeksi,” ucap Bhimraj.

Jika seseorang sudah terinfeksi, ntibodi monoklonal dapat membantu menjaga infeksi agar tidak memburuk.

Baca juga: Cat Scratch Disease

Setelah Anda terpapar virus, Anda harus menerima antibodi monoklonal dalam waktu 10 hari agar Anda terlindungi dari efek yang besar.

Namun, metode pengobatan antibodi monoklonal ini hanya bisa untuk pasien dengan kriteria berikut:

Telah dinyatakan positif COVID-19, tetapi belum dirawat di rumah sakit karena itu.
Dianggap berisiko tinggi untuk mengembangkan COVID-19 yang parah.
Berusia 12 tahun atau lebih dan memiliki berat badan minimal 40 kilogram.

“Bagi banyak pasien Covid-19, menerima antibodi monoklonal cukup dini dapat mencegah mereka dirawat di rumah sakit,” kata Bhimraj.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya
Pakar Gizi BGN: Menu MBG Wajib Sesuai AKG dan Keanekaragaman Pangan
Pakar Gizi BGN: Menu MBG Wajib Sesuai AKG dan Keanekaragaman Pangan
Health
5 Faktor Risiko Pengapuran Lutut: Bisa Terjadi Sebelum Tua jika Diabaikan
5 Faktor Risiko Pengapuran Lutut: Bisa Terjadi Sebelum Tua jika Diabaikan
Health
1 dari 3 Orang Dewasa di Indonesia Derita Hipertensi Tanpa Disadari
1 dari 3 Orang Dewasa di Indonesia Derita Hipertensi Tanpa Disadari
Health
Studi: Konsumsi Pornografi Berlebihan Bisa Ubah Fungsi Otak dan Ganggu Pikiran
Studi: Konsumsi Pornografi Berlebihan Bisa Ubah Fungsi Otak dan Ganggu Pikiran
Health
Anak 12 Tahun Peserta JKN Meninggal Setelah Ditolak RSUD, Ini Tanggapan BPJS…
Anak 12 Tahun Peserta JKN Meninggal Setelah Ditolak RSUD, Ini Tanggapan BPJS…
Health
Dokter: Cukup Tidur Bisa Jadi Cara untuk Mencegah Stroke
Dokter: Cukup Tidur Bisa Jadi Cara untuk Mencegah Stroke
Health
Sering Pakai Earbuds? Waspadai Risiko Iritasi, Infeksi, hingga Penumpukan Kotoran Telinga
Sering Pakai Earbuds? Waspadai Risiko Iritasi, Infeksi, hingga Penumpukan Kotoran Telinga
Health
6 Gejala Pengapuran Lutut yang Sering Diabaikan, Dampaknya Bisa Melumpuhkan
6 Gejala Pengapuran Lutut yang Sering Diabaikan, Dampaknya Bisa Melumpuhkan
Health
Ini Fakta Pentingnya Mengelola Stres dengan Baik
Ini Fakta Pentingnya Mengelola Stres dengan Baik
Health
5 Gejala Anemia pada Anak: IDAI Ingatkan Orang Tua untuk Cermat
5 Gejala Anemia pada Anak: IDAI Ingatkan Orang Tua untuk Cermat
Health
Studi: Paparan Nikel Picu Cacat Lahir dan Gangguan Otak pada Anak
Studi: Paparan Nikel Picu Cacat Lahir dan Gangguan Otak pada Anak
Health
6 Penyebab Anemia pada Anak: Kekurangan Zat Besi dan Pola Makan Buruk Jadi Faktor Utama
6 Penyebab Anemia pada Anak: Kekurangan Zat Besi dan Pola Makan Buruk Jadi Faktor Utama
Health
Cara Mencegah Cacar Api dengan Vaksinasi hingga Gaya Hidup
Cara Mencegah Cacar Api dengan Vaksinasi hingga Gaya Hidup
Health
Studi Baru Temukan Nutrisi Ini Bisa Turunkan Risiko Diabetes dan Penyakit Jantung
Studi Baru Temukan Nutrisi Ini Bisa Turunkan Risiko Diabetes dan Penyakit Jantung
Health
Dokter Beri Alasan Cukup Tidur untuk Orang Dewasa Sangat Penting
Dokter Beri Alasan Cukup Tidur untuk Orang Dewasa Sangat Penting
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau