Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/04/2022, 14:51 WIB
Giovani Cornelia,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa hari silam, Johnny Depp menuntut mantan istrinya, Amber Heard, atas pencemaran nama baik. Dalam sidang tersebut, Amber mengaku bahwa dirinya telah dianiaya selama menikah dengan Johnny Depp.

Sebagai pembelaan, Depp turut menguak bahwa Amber-lah yang kerap kali melakukan kekerasan fisik setiap pertengkaran terjadi.

Baca juga: Jangan Anggap Sepele, Kekerasan Emosional Juga Berdampak Serius

Kasus yang dipertontonkan di seluruh dunia ini lantaran menjadi perbincangan warganet. Warganet kerap kali mengatakan bahwa kekerasan yang terjadi merupakan reactive abuse.

Namun, apakah sebenarnya arti dari reactive abuse?

Reactive abuse adalah

Menurut dr. Jordan Schaul, dokter ahli trauma, pada artikel Daily Dot (22/04/2022), “Reactive abuse atau kekerasan reaktif adalah respons alami terhadap provokasi."

"Orang pada umumnya melawan, melarikan diri, atau membeku dalam menanggapi bahaya. Ini dikenal sebagai respons stres,” kata Jordan.

Dalam kasus kekerasan reaktif, badan kita memilih untuk melawan.

Jordan melanjutkan bahwa pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan pelaku lainnya dapat dengan sengaja menimbulkan reaksi dari korban atau target untuk mendiskreditkan mereka dan membenarkan perilaku mereka sendiri.

Hal ini merupakan bentuk dari gaslighting yang dapat menyebabkan jenis tekanan emosional berbahaya yang dikaitkan dengan trauma dan bisa lebih merugikan daripada kekerasan fisik yang tidak mematikan.

Pada dasarnya, taktik ini digunakan untuk membuat orang yang dilecehkan merasa seolah-olah mereka adalah pelaku kekerasan yang aktif sebagai lawan dari korban pelecehan.

Baca juga: Kekerasan oleh Anak: Bentuk, Penyebab, Dampak, dan Cara Menanggulangi

Reactive abuse bukan pelecehan, tapi reaksi

Namun perlu untuk dimengerti bahwa pelecehan reaktif adalah reaksi terhadap pelecehan, bukan merupakan pelecehan itu sendiri.

“Kekerasan reaktif umumnya diamati dalam hubungan toxic (beracun). Dalam beberapa kasus, kedua individu mungkin menunjukkan pelecehan ‘proaktif’ dan reaktif, tetapi biasanya, hanya ada satu pelaku dan hanya satu korban yang menunjukkan pelecehan reaktif," kata Jordan.

"Paparan kronis terhadap victim-blaming (menyalahkan korban) dan victim-shaming (mempermalukan korban) dapat menyebabkan keadaan trauma dan gejala lanjut yang terkait dengan PTSD (gangguan stres pascatrauma) yang kompleks,” sambungnya.

Berbeda dengan mutual abuse

Penting untuk diingat bahwa reactive abuse berbeda dengan mutual abuse atau kekerasan mutual.

Menurut Domestic Shelter, kekerasan mutual (timbal balik) adalah istilah untuk menggambarkan dua pasangan yang saling melecehkan satu sama lain.

Keadaan ini dinilai jarang terjadi dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Kerap kali dalam kekerasan dalam rumah tangga, salah satu pasangan bertujuan untuk mengerahkan kekuasaan atas yang lain melalui pola kontrol berulang dan kadang-kadang kekerasan.

Jika respons yang dihasilkan oleh penyintas merupakan reaksi emosional, hal tersebut bukanlah kekerasan mutual. Secara general, kekerasan bukanlah tanggung jawab bersama.

Baca juga: Ini Alasan Film Kekerasan Berbahaya Jika Ditonton Anak-anak

Banyak penyintas sering bertanya pada diri sendiri apakah mereka juga melakukan kekerasan karena bagaimana mereka bereaksi, tetapi kenyataannya kekerasan timbal balik sangat jarang terjadi dan banyak ahli tidak percaya itu ada.

Pendapat ahli tentang mutual abuse

Meski ada beberapa kasus di mana kedua belah pihak saling menyakiti, Ruth Glenn, presiden dan CEO Koalisi Nasional Melawan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Amerika Serikat (NCADV), pada artikel NBC News (23/04/2022) membantah adanya kekerasan mutual.

Ruth percaya bahwa dalam setiap insiden di antara dua orang ada seseorang yang menjadi “agresor utama”.

Glenn menambahkan bahwa pembelaan diri terhadap agresor utama dapat terlihat sebagai kekerasan, tetapi itu tidak sama dengan pelaku yang melakukan kontrol atas korban.

“Kita sering ingin mencari alasan karena kami tidak memiliki data nyata mengapa pelaku melakukan apa yang mereka lakukan,” ujar Glenn.

“Saya pikir kita menemukan banyak cara berbeda untuk membuat pikiran kita baik-baik saja bahwa seseorang bisa menjadi kasar. Kebanyakan dari mereka secara aktif membuat pilihan untuk menjadi kasar. Mereka membutuhkan kekuasaan dan kontrol,” sambungnya.

Di saat memuncaknya kasus pengadilan yang sangat sensasional dan dipublikasikan, istilah untuk menggambarkan perilaku kasar sering menjadi tren online.

Ungkapan yang tidak tepat seperti “gaslighting” dan “kekerasan mutual” dapat memburamkan percakapan tentang kekerasan dalam rumah tangga menurut Glenn.

Baca juga: Ini Alasan Film Kekerasan Berbahaya Jika Ditonton Anak-anak

“Tolong jangan gunakan istilah-istilah itu sampai Anda mengerti artinya,” tekan Glenn.

“Sebab Anda akan menyebabkan lebih banyak salah sangka daripada kebaikan,” tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com