KOMPAS.com - Apa yang lebih nyaman daripada menatap kosong ke kejauhan?
Jika tidak ada hal yang dilakukan, atau bahkan saat terlalu banyak hal yang dilakukan, kemungkinan besar otak terjeda sejenak dan mata akan menatap hampa.
Hampir semua orang pernah bengong dari waktu ke waktu. Beberapa orang bahkan ada yang merasa bahwa hal ini merupakan bentuk istirahat mata dan pikiran.
Baca juga: Sering Melamun hingga Lupa Waktu, Waspadai Maladaptive Daydreaming
Namun, tidak jarang masyarakat yang masih memiliki takhayul tentang orang yang sering bengong sering kesurupan.
Akan tetapi, orang yang suka bengong dapat menjadi gejala dari sebuah keadaan psikologis.
Melansir Healthline, melamun dapat dikategorikan sebagai bentuk dari kondisi disosiasi.
Web MD mengatakan bahwa disosiasi adalah sebuah cara istirahat bagi pikiran Anda untuk menangani informasi.
Anda mungkin merasa terputus dari pikiran, perasaan, ingatan, dan lingkungan sekitar. Tapi, tidak perlu khawatir karena melamun masih tergolong disosiasi yang ringan.
Berdasarkan studi di artikel PLOS One, melamun adalah hasil dari “hipotesis decoupling”. Hal ini didefinisikan sebagai waktu ketika otak memisahkan perhatian dari sensasi luar.
Otak memutuskan bahwa tidak ada yang sangat penting atau berbahaya yang terjadi.
Oleh karena itu, otak akhirnya memutuskan hubungan antara apa yang terjadi di dunia luar dengan dunia dalam.
Saat bengong, bukan hanya otak yang mengalami perubahan, tetapi bahkan cara mata bergerak.
Smallwood dan Schooler menemukan bahwa dalam keadaan normal, pupil Anda akan membesar ketika ada perubahan di sekitar.
Namun, ketika melamun, pupil akan gagal merespons perubahan yang terjadi di sekitar.
Baca juga: Mengenal Caregiver Burnout, Kelelahan Merawat Orang Sakit
Melamun adalah hal yang normal.