Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketahui 10 Jenis Depresi, Salah Satunya karena Melahirkan

Kompas.com - 03/07/2022, 16:00 WIB
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Depresi adalah kondisi saat seseorang tidak dapat mengelola emosi; ada yang sering nangis, cemas, hingga marah tanpa sebab. Depresi juga sering diikuti dengan hilang minat pada kegiatan favorit hingga kondisi parah yakni keinginan untuk bunuh diri.

Selain perubahan psikis, orang yang mengalami depresi juga bisa menunjukkan gejala fisik, seperti gerak dan bicara menjadi lambat, sembelit, merasa sakit di sekujur tubuh tanpa sebab, dan lemas.

Setiap orang punya risiko mengalami depresi dalam bentuk ringan hingga parah yang dipicu karena beberapa keadaan, seperi kelahiran anak, pergantian musim, hingga siklus haid.

Baca juga: Benarkah Masturbasi Dapat Menyebabkan Depresi?

Pada kasus depresi ringan, orang akan menunjukkan emosi berlebih seperti mudah tersinggung atau marah dan membenci diri sendiri. Ada pula yang mengalami perubahan nafsu makan, pola tidur, serta susah bersosialisasi.

Meskipun gejala khas depresi, seperti kesedihan atau keputusasaan, mudah dikenali, ada gejala yang mungkin kurang terlihat.

Sementara, pada depresi tingkat parah, seseorang bisa mengalami delusi, halusinasi, melakukan tindakan untuk menyakiti diri sendiri hingga keinginan mengakhiri hidup.

Mengetahui jenis depresi yang dialami seseroang dapat membuat kita lebih aware akan kondisi kesehatan mental.

Selain itu, Anda juga dapat segera memutuskan berkonsultasi dengan ahli sepeti psikolog atau dokter kejiwaan serta mendapat perawatan.

Baca juga: 7 Pemicu Depresi pada Lansia dan Cara Mengatasinya

Melansir Health, berikut 10 jenis depresi yang perlu Anda ketahui.

1. Gangguan Depresi Mayor

Gangguan depresi mayor dibagi menjadi dua tipe yaitu depresi atipikal dan depresi melankolis.

Orang dengan depresi mayor atipikal cenderung banyak tidur dan makan. Mereka juga mudah emosi dan sering dirundung rasa cemas berlebihan.

Sementara itu, depresi mayor melankolis biasanya mengalami susah tidur dan lebih sering menyerang orang dewasa.

Gejala gangguan depresi mayor yang perlu Anda ketahui, antara lain:

  • Perasaan sedih, hampa, tak berharga, putus asa, dan bersalah
  • Kehilangan energi, nafsu makan, atau minat pada aktivitas yang menyenangkan
  • Perubahan kebiasaan tidur
  • Ada keinginan untuk bunuh diri

Menurut jurnal StatPearls yang ditayangkan di National Library of Medicine pada April 2022, sebagian besar kasus depresi mayor dapat ditangani dengan obat-obatan, terapi, atau perubahan gaya hidup.

Baca juga: 4 Tips Mengatasi Episode Depresi Pada Pasien Bipolar

2. Depresi Subsindromal

Depresi subsindromal adalah kondisi saat seseorang meunjukkan beberapa gejala depresi. Kondisi depresi biasanya bertahan hingga dua minggu.

Penanganan orang dengan kondisi ini dilihat berdasarkan kemampuan mereka dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti bekerja atau mengurus diri sendiri.

3. Gangguan Depresi Persisten

Orang dengan gangguan depresi persisten (PDD) atau disebut juga distima, memiliki suasana hati yang kalut sepanjang hari.

Mereka sering merenung, bersedih, hingga menangis hampir setiap hari. Selain itu ada gejala lain yaitu:

  • masalah tidur (bisa terlalu sering atau jarang)
  • kurang energi atau kelelahan
  • kurang percaya diri
  • nafsu makan yang buruk atau berlebihan
  • sulit membuat keputusan
  • sering merasa putus asa

Pada anak-anak dan remaja, PDD dapat didiagnosis jika gejala lekas marah atau depresi bertahan selama satu tahun atau lebih.

Baca juga: 4 Cara Meningkatkan Suasana Hati Agar Terhindari Dari Depresi

4. Gangguan Disforia Pramenstruasi

Sebanyak 10 persen wanita di usia produktif mengalami gangguan disforia pramenstruasi.

Bentuk PMS yang parah dapat memicu depresi, kesedihan, kecemasan, atau mudah marah.

Salah satu penyebab gangguan disforia pramenstruasi adalah sensitivitas terhadap perubahan hormon selama siklus menstruasi.

Obat antidepresan khususnya inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dapat mencegah gangguan disforia pramenstruasi, apabila diminum dua minggu sebelum PMS.

Obat pereda nyeri juga dapat mengatasi kondisi ini. Namun, Anda harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.

5. Bipolar

Perubahan suasana hati dan energi yang ekstrem, misalnya dari gembira ke putus asa adalah tanda-tanda episode depresi pada gangguan bipolar.

Bipolar juga disebut dengan gangguan manik-depresif.

Saat menderita depresi, seseorang akan merasa sedih, putus asa, dan kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya disukai.

Sementara itu, saat berubah menjadi mania atau hipomania (tidak terlalu seekstrem mania), seseorang akan merasa euforia, penuh energi, atau sangat mudah tersinggung.

Gangguan bipolar biasanya memburuk tanpa pengobatan tetapi dapat dikelola dengan penstabil mood, obat antipsikotik, dan terapi bicara. Pada beberapa kasus, gejala bipolar dapat diobati dengan antidepresan

Baca juga: Kenali Gejala Burnout dan Bedanya dengan Depresi

6. Disruptive Mood Dysregulation Disorder

Kondisi ini ditandai dengan kebiasaan berteriak, menjerit, dan mengamuk. Gangguan ini sering terlihat pada anak-anak yang kesulitan mengatur emosi mereka.

Mudah tersinggung, marah setiap hari, sulit bergaul di sekolah, lingkungan, dan teman sebaya juga merupakan gejala Disruptive Mood Dysregulation Disorder.

Kondisi ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan, terapi, dan pola asuh orang tua.

7. Depresi Pascapersalinan

Kelahiran anak memang membuahkan kebahagiaan bagi para orangtua. Namun, persalinan juga menyebabkan ibu dan ayah mengalami depresi pascapersalinan.

Pada seorang ibu, kondisi ini dapat dipicu karena perubahan hormon, kelelahan, dan beberapa faktor lainnya.

Sementara itu depresi pascapersalinan pada seorang pria atau ayah dipicu karena lingkungan, pergeseran peran, perubahan gaya hidup saat mengasuh anak.

8. Seasonal Affective Disorder atau Depresi musiman

Depresi musiman adalah jenis gangguan berulang karena perubahan cuaca atau musim yang mengakibatkan perubahan suasana hati.

Individu dengan depresi musiman cenderung memiliki energi yang rendah, makan berlebian, sering tidur, ngidam makanan berkarbohidrat, lonjakan berat badan, atay menarik diri dari lingkungan sosial.

Baca juga: Depresi Bisa Mempercepat Penuaan Otak

9. Depresi psikotik

Orang dengan depresi psikotik mengalami depresi berat yang ditandai dengan halusinasi (melihat atau mendengar hal-hal yang tidak nyata) atau delusi (keyakinan akan hal-hal yang tidak benar-benar ada).

Penyedia layanan kesehatan biasanya meresepkan antidepresan dan obat antipsikotik bersama-sama untuk mengobati depresi psikotik.

10. Depresi karena penyakit tertentu

Orang dengan penyakit kronis, seperti sakit jantung, kanker, diabetes, HIV/AIDS dapat mengalami stres atau depresi.

Peradangan terkait penyakit juga berperan dalam timbulnya depresi.

Peradangan menyebabkan pelepasan bahan kimia tertentu oleh sistem kekebalan yang masuk ke otak, menyebabkan perubahan otak yang dapat memicu atau memperburuk depresi pada beberapa orang.

Baca juga: Jarang Disadari, Kenali Gejala Depresi pada Pria

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com