Secara global, per tanggal 16 Juni 2022, subvarian BA.4 menginfeksi 8 persen dari penduduk dunia dengan 69,31 persennya berasal dari Afrika Selatan, Amerika, dan Inggris.
Begitu pula dengan subvarian BA.5 yang sebagian besar dideteksi di Afrika Selatan dan negara-negara Eropa.
Tidak ketinggalan, Indonesia akhirnya kembali mengalami peningkatan angka kasus infeksi COVID-19 karena dua subvarian tersebut.
Subvarian BA.4 dan BA.5 Omicron mulai dideteksi di Indonesia sejak 6 Juni 2022 dan menjadi subvarian COVID-19 yang secara dominan menginfeksi di Indonesia.
Kemampuan penyebaran infeksi dua subvarian tersebut sangat tinggi karena adanya kemampuan untuk melakukan manuver immune escape. Artinya lebih mudah menghindari antibodi yang terbentuk akibat infeksi COVID-19 yang sebelumnya atau akibat dari vaksin yang diberikan.
Apa dampak infeksi COVID-19 Omicron Subvarian BA.4 dan BA.5?
Gejala yang paling sering dihadapi oleh pasien yang mengalami infeksi Omicron subvarian BA.4 dan BA.5 adalah infeksi ringan, nyeri kepala, nyeri seluruh badan, nyeri otot, batuk, demam, dan cepat lelah.
Tidak seperti varian COVID-19 sebelumnya, orang yang terinfeksi subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 tidak memiliki gejala berupa anosmia (hilangnya kemampuan menghidu) ataupun ageusia (hilangnya kemampuan mengecap), hingga sesak napas berat.
Karenanya, angka kematian akibat infeksi Omicron dibandingkan dengan varian sebelumnya seperti varian delta jauh lebih rendah.
Walaupun, bila dibandingkan dengan Omicron subvarian lainnya seperti BA.1 dan BA.2, gejala dari subvarian BA.4 dan BA.5 tidak berbeda bermakna.
Salah satu penyebab derajat keparahan infeksi yang rendah juga diperankan oleh terdapatnya hybrid immunity yang merupakan kombinasi antara pemberian vaksin dan infeksi oleh COVID-19 jenis sebelumnya.
Metode diagnostik dalam kasus Omicron Subvarian BA.4 dan BA.5 tidak berbeda dengan metode lainnya, terlebih tidak semua kasus pemeriksaan COVID-19 dengan PCR dilakukan gene sequencing untuk mendeteksi apakah benar jenis varian yang menginfeksi adalah Omicron atau varian lainnya.
Pertanyaan yang sering muncul di masyarakat adalah, apakah pemeriksaan PCR dan antigen masih efektif untuk mendiagnosis COVID-19 Omicron Subvarian BA.4 dan BA.5?
Hingga saat ini, tidak ada bukti yang menunjukkan penurunan kemampuan deteksi pemeriksaan PCR ataupun antigen dalam mendeteksi virus COVID-19, sehingga antigen dan PCR masih menjadi dasar utama penentuan infeksi COVID-19.
Bahkan, terdapat studi oleh Tsao et al yang meneliti efektivitas antigen untuk mendeteksi COVID-19 varian Omicron secara umum.
Dari studi tersebut ditemukan bahwa test antigen memiliki sensitivitas sebesar 63 persen dan spesifisitas sebesar 99 persen dalam mendeteksi infeksi COVID-19. Hasil yang serupa bila dilakukan tes antigen terhadap varian COVID-19 yang sebelumnya.
Bagaimana melakukan prevensi dan tatalaksana terhadap subvarian baru COVID-19?
Karena tingkat penularan yang tinggi, penting bagi kita untuk mengetahui rentang waktu penularan dari Subvarian terbaru COVID-19 ini.
Walaupun demikian, belum banyak studi yang meneliti tentang subvarian BA.4 dan BA.5 Omicron, terutama perihal penularannya.