Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Budhi Antariksa, Ph.D, Sp.P (K)
Dokter Spesialis Paru

Ketua Kelompok Kerja Asma dan PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Kompas.com - 16/11/2022, 13:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETIAP tanggal 16 November, dokter paru sedunia merayakan hari PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis). Merayakan untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat mengenai penyakit paru ini.

COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat global dan Indonesia.

PPOK adalah salah satu dari tiga penyebab kematian secara global dan terjadi pada 384 juta penduduk dunia. Di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013, total estimasi penderita PPOK adalah 3,7 persen.

Definisi, faktor risiko, diagnosis, dan pengobatan

Berdasarkan GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) tahun 2021, pengertian PPOK adalah:

  • Penyakit umum, dapat dicegah, dan dapat ditangani
  • Memiliki karakter gejala pernapasan dan keterbatasan aliran udara yang persisten dan progresif
  • Karena abnormalitas saluran pernapasan dan/atau alveolar
  • Umumnya disebabkan oleh paparan partikel atau gas berbahaya

Apa yang membedakan asma dan PPOK ?

PPOK terjadi ketika usia memasuki paruh baya dan gejala akan memburuk perlahan dan pasien PPOK mempunyai riwayat merokok tembakau atau paparan jenis asap/polusi lain.

Sedangkan asma terjadi seringkali sejak kecil dengan gejala yang bervariasi dari hari ke hari dan gejela memburuk saat malam/subuh. Pada pasien asma, alergi, rhinitis, dan/atau eksema juga muncul dan biasanya terdapat riwayat asma pada keluarga.

Bagaimana mendiagnosis PPOK?

Dalam mendiagnosis PPOK, dokter paru akan melihat gejala yang muncul, faktor risiko pasien dan pemeriksaan spirometri untuk menegakkan diagnosis. Gejala yang biasa muncul adalah napas pendek, batuk kronik berdahak.

Faktor risiko yang biasa dinilai adalah paparan terhadap asap rokok dan polusi udara serta jenis pekerjaan pasien apakah terpapar dengan asap atau tidak.

Dari gejala dan faktor risiko, dokter paru kemudian menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan spirometri.

Pengobatan PPOK

Tujuan pengobatan PPOK yang stabil adalah: mengurangi gejala dan resiko. Mengurangi gejala untuk memperbaiki kemampuan beraktivitas dan memperbaiki status kesehatan.

Mengurangi risiko untuk mencegah perkembangan penyakit, mencegah serangan akut dan menurunkan risiko kematian.

Secara umum meliputi: edukasi, berhenti merokok, obat bronkodilator (seperti golongan antikolinergik, golongan agonis beta-2, kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2 serta golongan xantin), obat anti peradangan, antibiotic, antioksidan, mukolitik, antitusif dan penghambat phosphodiesterase-4.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau