Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Gejala Virus Marburg yang Mirip DBD dan Mematikan

Kompas.com - 29/03/2023, 21:01 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

KOMPAS.com - Infeksi virus marburg adalah penyakit demam berdarah yang memiliki gejala mirip DBD (demam berdarah dengue) tapi potensial mematikan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat kematian virus yang asalnya dari Uganda ini tinggi, karena bisa mencapai 88 persen.

Untuk meningkatkan kewaspadaan pada penyakit yang virusnya masih satu famili dengan ebola ini, kenali berbagai gejala virus marburg sampai cara mencegahnya.

Baca juga: Kenali Apa itu Virus Marburg, Asal Usul, Gejala, dan Penularannya

Apa saja gejala virus marburg?

Setelah terpapar virus ini lewat lesi (luka di kulit) atau pun kontak dengan selaput lendir seperti lubang hidung, bibir, kelopak mata, telinga, kemaluan, atau anus; penderita bisa merasakan gejala penyakit dalam 2-21 hari.

Semula, virus marburg menyerang hati, kelenjar getah bening, dan limpa. Selanjutnya, biang penyakit ini dapat menyebar jaringan tubuh lain secara cepat.

Dilansir dari Kementerian Kesehatan, berikut 10 gejala virus marburg yang perlu Anda waspadai:

  • Demam tinggi
  • Sakit kepala parah
  • Badan sangat lemas
  • Nyeri otot atau sakit di sekujur tubuh
  • Diare parah
  • Sakit atau kram perut
  • Mual dan muntah
  • Mata cekung
  • Ruam tapi tidak gatal
  • Pada gejala berat, terjadi pendarahan yang ditandai dengan mimisan, gusi berdarah, pendarahan gusi, muntah darah, atau BAB berdarah

Untuk diketahui, gejala awal virus marburg seperti demam tinggi sampai nyeri otot biasanya muncul secara tiba-tiba. Setelah fase demam, ruam baru timbul.

Mulai hari ketiga, penderita giliran merasakan diare berair yang parah. Kondisi ini bisa bertaha sampai seminggu.

Pada gejala berat, selain memicu pendarahan, penyakit juga bisa menyerang sistem saraf pusat yang membuat penderita kebingungan sampai hilang kesadaran.

Dalam kasus yang fatal, kematian biasanya terjadi pada hari ke 8 sampai 9 sejak gejala awal virus marburg muncul.

Baca juga: WHO Peringatkan Adanya Virus Marburg yang Berbahaya, Begini Gejalanya

Bagaimana virus marburg bisa menyebabkan kematian?

Infeksi virus marburg bisa mematikan karena virus ini secara spesifik menyerang sel kekebalan tubuh dan sejumlah organ vital.

Dilansir dari Britannica, virus marburg secara spesifik menyerang sel-sel sistem kekebalan tubuh, termasuk monosit dan sel dendritik.

Serangan ini seketika melemahkan kekebalan dan memungkinkan virus berbiak tak terkendali di dalam tubuh.

Meskipun masih ada sel limfosit yang selamat dari infeksi virus ini, tapi limfosit mengalami kematian sel secara terprogram. Kondisi ini dipengaruhi pelepasan sitokin atau molekul pemantik peradangan.

Ketika produksi sitokin di dalam tubuh tak terkendali, limfosit rusak dan terjadi pendarahan di dalam tubuh.

Dalam kasus infeksi yang parah, pendarahan bisa semakin buruk akibat menipisnya faktor pembeku darah hasil produksi organ hati.

Seperti disinggung di atas, organ hati juga termasuk target sasaran awal serangan virus marburg.

Beragam kondisi yang tidak menguntungkan di atas bisa memicu kegagalan multiorgan. Akibatnya, penderita yang terinfeksi virus marburg bisa meninggal dunia.

Baca juga: Kemenkes Waspadai Virus Marburg Masuk ke Indonesia karena Fatalitasnya Tinggi

Adakah cara mencegah penularan virus marburg?

Virus marburg menular lewat darah dan cairan tubuh, termasuk urine, air liur, keringat, kotoran BAB, bekas muntahan, ASI, cairan dari penis atau vagina dari penderita yang masih hidup atau meninggal dunia.

Biang penyakit ini juga menyebar lewat alat-alat seperti pakaian, tempat tidur, alat makan, jarum suntik, atau alat medis yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh penderita infeksi virus marburg.

Ada juga potensi penularan dari hewan ke manusia lewat kontak dengan darah dan cairan tubuh seperti air liur, tinja, dan urine hewan yang terinfeksi virus ini.

Hewan pembawa atau inang reservoir alami virus marburg adalah kelelawar buah jenis Rousettus aegyptiacus. Namun hingga kini belum ada penyakit yang jelas pada kelelawar buah.

Hasil investigasi pada wabah infeksi marburg pertama menguak, monyet hijau Afrika atau Cercopithecus aethiops dari Uganda adalah hewan asal usul sumber penularan hewan ke manusia kali pertama pada penyakit ini.

Meskipun ada beberapa celah penularan, jangan khawatir, ada beberapa cara mencegah infeksi virus marburg yang bisa Anda lakukan, yakni:

  • Menghindari atau meminimalkan kontak dengan kelelawar pembawa virus marburg. Apabila terpaksa mengunjungi daerah habitat hewan ini, pastikan Anda menggunakan sarung tangan, masker, atau alat pelindung diri lainnya
  • Konsumsi daging yang matang, terutama di daerah yang ada temuan kasus infeksi virus marburg
  • Hindari kontak dengan suspek atau orang yang dicurigai terinfeksi virus marburg, termasuk cairan tubuh atau peralatan sehari-hari yang digunakan
  • Untuk petugas kesehatan, terapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
  • Selalu cuci tangan dengan sabun atau gunakan hand sanitizer saat mengunjungi orang sakit atau setelah merawat orang sakit
  • Bila memungkinkan, tunda perjalanan ke wilayah yang sedang ada temuan kasus infeksi virus ini. Bila tidak memungkinkan, terapkan protokol kesehatan sesuai anjuran otoritas kesehatan setempat

Ingat, jika Anda merasakan gejala virus marburg di atas, ada baiknya segera lakukan pemeriksaan kesehatan. Penyakit ini dapat dideteksi lewat pemeriksaan laboratorium seperti ELISA, tes antigen, RT-PCR, sampai isolasi dengan kultur sel.

Baca juga: WHO Peringatkan Adanya Virus Marburg yang Berbahaya, Begini Gejalanya

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com