Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angka Kematian Capai 88 Persen, Apa Kabar Virus Marburg di Indonesia?

Kompas.com - 30/03/2023, 09:45 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan meminta masyarakat Indonesia mewaspadai penularan virus marburg.

Peringatan ini dikeluarkan menyusul laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi virus marburg di Provinsi Kie Ntem, Guinea Ekuatorial, Afrika, sejak 7 Februari 2023.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 9 kematian dan 16 kasus suspek infeksi virus marburg di wilayah tersebut. Dari 8 sampel yang diperiksa, 1 sampel dinyatakan positif marburg.

Lantas, adakah temuan atau penularan virus marburg di Indonesia? Simak penjelasan berikut.

Baca juga: Kenali Apa itu Virus Marburg, Asal Usul, Gejala, dan Penularannya

Bagaimana perkembangan virus marburg di Indonesia?

Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril Sp.P, MPH menyatakan, di Indonesia belum ada laporan kasus atau suspek infeksi virus marburg, per Selasa (28/3/2023).

“Kita perlu tetap melakukan kewaspadaan dini dan antisipasi terhadap penyakit virus Marburg,” kata Syahril, seperti dilansir dari SehatNegeriku.

Lebih lanjut Syahril menjelaskan, masyarakat tak boleh lengah dan menyepelekan penyakit sejenis demam berdarah ini.

Pasalnya, serangan virus yang masih satu famili dengan ebola ini tingkat kematiannya cukup tinggi sampai 88 persen.

Baca juga: WHO Peringatkan Adanya Virus Marburg yang Berbahaya, Begini Gejalanya

Mengapa Indonesia perlu mewaspadai virus marburg?

Syahril menjelaskan, virus marburg menular lewat kontak langsung dengan cairan tubuh penderita, hewan, atau benda yang terkontaminasi.

Virus ini termasuk jenis zoonosis, artinya bisa ditularkan dari hewan ke manusia. Hewan pembawa atau inang reservoir alami virus marburg adalah kelelawar buah jenis Rousettus aegyptiacus.

Menurut Syahril, kelelawar inang alami virus marburg bukanlah spesies asli Indonesia dan belum ditemukan di Indonesia. Tapi, kelelawar ini potensial melintasi Indonesia.

“Indonesia masuk jalur mobilisasi kelelawar ini,” kata Syahril, seperti dilansir dari Antara, Selasa (28/3/2023).

Untuk itu, sosok yang menjabar selaku Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso ini meminta masyarakat tetap mewaspadai gejala virus marburg.

Terutama pada kelompok berisiko, seperti keluarga dan petugas kesehatan yang merawat pasien suspek atau penderita infeksi virus marburg, tapi tidak ketat menerapkan protokol kesehatan.

Orang yang punya riwayat perjalanan ke negara endemik virus marburg di Afrika dan rentan kontak dengan kelelawar buah Rousettus aegyptiacus, atau orang yang memasuki gua atau tambang habitat kelelawar inang virus ini juga perlu ekstra waspada.

Baca juga: 10 Gejala Virus Marburg yang Mirip DBD dan Mematikan

Bagaimana gejala virus marburg?

Syahril menjelaskan, gejala virus marburg sekilas mirip dengan penyakit endemik Indonesia seperti malaria, tipes, dan DBD (demam berdarah dengue). Karena gejalanya mirip, terkadang penyakit ini susah diidentifikasi.

Beberapa gejala virus marburg di antaranya:

  • Demam tinggi
  • Sakit kepala
  • Nyeri otot
  • Mual
  • Muntah
  • Diare
  • Pendarahan pada hidung (mimisan), gusi, vagina, atau melalui muntah darah dan BAB (buang air besar) berdarah

Jika Anda merasakan gejala infeksi virus marburg di atas, segera lakukan pemeriksaan ke dokter.

Penyakit ini dapat didiagnosis lewat pemeriksaan laboratorium seperti ELISA, tes antigen, RT-PCR, sampai isolasi dengan kultur sel.

Setelah menyimak bagaimana perkembangan virus marburg di Indonesia dari ahli di atas, Anda dapat lebih meningkatkan kewaspadaan pada penyakit menular dan mematikan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau