KOMPAS.com - Penyebaran nyamuk wolbachia bertujuan untuk menekan kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia.
Wolbachia merupakan bakteri alami yang bisa berada di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti atau kemudian disebut sebagai nyamuk wolbachia.
Namun, baru-baru ini beredar informasi yang menerangkan bahwa nyamuk wolbachia menjadi penyebab penyebaran virus Japanese encephalitis.
Hal ini menarik perhatian beberapa ahli yang kemudian memberikan penjelasan mengenai teknologi wolbachia dan Japanese encephalitis.
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai penjelasan ahli tersebut, ada baiknya Anda mengetahui lebih dulu apa itu Japanese encephalitis melalui artikel di bawah ini.
Baca juga: Hoaks Teknologi Wolbachia Terkait Misi Bill Gates
Menukil Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Japanese encephalitis merupakan virus penyebab utama penyakit ensefalitis di Asia yang ditularkan melalui gigitan nyamuk spesies Culex yang terinfeksi (terutama Culex tritaeniorhynchus).
Virus Japanese encephalitis pertama kali didokumentasikan di Jepang pada 1871.
Sebagian kecil orang yang terinfeksi mengalami peradangan otak (ensefalitis), dengan gejala termasuk sakit kepala mendadak, demam tinggi, disorientasi, koma, gemetar, dan kejang.
Sedangkan, kebanyakan pasien yang terinfeksi mengalami gejala ringan, seperti demam dan sakit kepala.
Pada anak-anak, gejala awal infeksi ditandaI dengan nyeri gastrointestinal dan muntah. Masa inkubasi virus Japanese encephalitis dapat terjadi sekitar 4-14 hari.
Tidak ada obat untuk penyakit ini. Perawatan difokuskan pada menghilangkan gejala klinis yang parah dan mendukung pasien untuk mengatasi infeksinya.
Namun, terdapat pencegahan penularan Japanese encephalitis, yaitu dengan mengikuti vaksin JE yang aman dan efektif.
Baca juga: Kemenkes: Teknologi Wolbachia untuk Atasi DBD Bukan Rekayasa Genetik
Penularan Japanese encephalitis berasal dari nyamuk, sehingga muncul anggapan teknologi wolbachia akan menyebabkan penularan virus ini secara lebih masif.
Menanggapi hal tersebut, Dr. Riris Andono Ahmad, BMedSc, MPH, PhD, Direktur Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, UGM, menyampaikan bahwa hal tersebut tidak lah benar.
"Ya, memang yang beredar saat ini banyak disinformasi yang sangat sistematik, mengaitkan dengan penyakit lain yang tidak terkait sama sekali," kata Dr. Riris, dalam Media Briefing PB IDI tentang 'Mengenal Wolbachia dan Fungsinya untuk Mencegah Demam Berdarah', pada Senin (20/11/2023).
Untuk diketahui, bakteri wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti ini hanya bisa menularkan empat penyakit, yaitu, dengue atau DBD, zika, chikungunya, dan yellow fever.
"Kalau nyamuk Aedes aegypti, ya akan mempengaruhi empat penyakit saja, kalau Japanese encephalitis ya pengaruhnya karena adanya nyamuk Culex," ujarnya.
Baca juga: Kemenkes: Teknologi Wolbachia Efektif untuk Kurangi Kasus Dengue
Dalam kesempatan yang sama, peneliti Universitas Gadjah Mada Prof. dr. Adi Utarini MSc, MPH, PhD menyampaikan juga bahwa Japanese encephalitis tidak ada kaitannya dengan teknologi wolbachia.
"Japanese encephalitis ini nyamuknya berbeda (dengan nyamuk dalam teknologi wolbachia) dan penyakitnya juga berbeda (dengan DBD). Tidak ada kaitannya (Japanese encephalitis) dengan teknologi wolbachia," terang dr. Adi Utarini.
Begitu pula jika ada yang mengkaitkan wolbachia dengan masalah filariasis atau penyakit kaki gajah.
Wolbachia pada cacing yang menyebabkan filariasis memiliki perbedaan jenis dengan wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti, jadi tidak memiliki kerterkaitan sama sekali.
"Wolbachia yang ada pada cacing yang menyebabkan filariasis itu berbeda jenisnya dengan wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti. Jadi wolbachia ini bukan hanya 1 jenis, tetapi ada ribuan jenis," jelas dr. Adi Utarini.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa nyamuk Aedes aegypti yang mengandung wolbachia tidak menyebabkan penyakit Japanese encephalitis ataupun penyakit lainnya seperti kaki gajah.
Baca juga: Cara Usir Nyamuk Aedes aegypti Pembawa Virus Demam Berdarah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.