Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Kerja Nyamuk Wolbachia untuk Melawan Virus Dengue

Kompas.com - 05/12/2023, 07:31 WIB
Agustin Tri Wardani,
Shintaloka Pradita Sicca

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tahukan Anda nyamuk wolbachia untuk apa?  Untuk diketahui, nyamuk wolbachia adalah salah satu teknologi untuk mengendalikan virus dengue yang tengah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Melansir World Mosquito Program, wolbachia adalah bakteri yang dapat ditemukan secara alami pada 50 persen spesies serangga, termasuk beberapa nyamuk, lalat buah, ngengat, capung, dan kupu-kupu.

Wolbachia diyakini aman bagi manusia dan lingkungan serta memiliki risiko yang dapat diabaikan terhadap manusia dan lingkungan.

Baca juga: Kemenkes: Teknologi Wolbachia Efektif untuk Kurangi Kasus Dengue

Meski begitu, beberapa orang masih mempertanyakan tentang bagaimana cara kerja nyamuk wolbachia ini dalam menekan kasus demam berdarah dengue (DBD).

Peneliti Universitas Gadjah Mada, Prof. dr. Adi Utarini MSc, MPH, PhD mengungkapkan secara garis besar bahwa cara kerja nyamuk wolbachia difokuskan dengan melepaskan telur nyamuk Aedes aegypti jantan dan betina berwolbachia ke alam.

Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana wolbachia bekerja melawan virus dengue, simak penjelasan di bawah ini.

Baca juga: 4 Manfaat Nyamuk Wolbachia dalam Pengendalian DBD menurut Ahli

Cara kerja nyamuk wolbachia

Perlu diketahui, wolbachia memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan virus seperti demam berdarah, chikungunya, dan Zika di tubuh nyamuk Aedes aegypti.

Sehingga, penularan virus demam berdarah dari Aedes aegypti bisa berkurang dan terjadi penurunan kasus demam berdarah, Zika, dan chikungunya pada manusia.

Saat berbincang di diskusi Mengenal Wolbachia dan Fungsinya untuk Mencegah Demam Berdarah yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Senin (20/11/2023), Prof. dr. Adi Utarini MSc, MPH, PhD atau kerap disapa Prof. Uut menjelaskan mengenai cara kerja nyamuk wolbachia.

Baca juga: Hoaks Teknologi Wolbachia Terkait Misi Bill Gates

Cara kerja nyamuk wolbachia diawali dengan memasukkan bakteri wolbachia ke dalam telur Aedes aegypti, sehingga teknologi ini bukan rekayasa genetik.

Jika seekor serangga jantan berwolbachia kawin dengan betina tanpa wolbachia, maka telur-telur yang dihasilkan tidak akan menetas.

Jika betinanya yang mengandung wolbachia, sementara yang jantan tidak, maka telur-telur serangga tersebut akan menetas dan semuanya akan mengandung wolbachia.

Jika keduanya mengandung wolbachia, maka telur-telur yang dihasilkan akan menetas dan semuanya akan mengandung wolbachia.

Baca juga: Kenali Apa Itu Nyamuk Wolbachia dan Cara Kerjanya

"Dalam beberapa generasi, jumlah nyamuk Aedes aegypti yang mengandung wolbachia akan meningkat drastis, sehingga pada dalam kurun waktu kedepan sebagian besar populasi nyamuk sudah berwolbachia," ungkap Prof. Uut.

Selain itu, Prof. Uut juga menekankan apabila nyamuk Aedes aegypti berwolbachia tidak akan menularkan virus wolbachia ini ke manusia ataupun makhluk hidup lainnya.

"Jadi, sedemikian rupa, sehingga ketika nyamuk Aedes aegypti berwolbachia ini menggigit manusia, maka virusnya tidak ikut berpindah ke manusia," tambah Prof. Uut.

Dalam forum yang sama, pakar penyakit tropis dari Universitas Gadjah Mada dr. Riris Andono Ahmad, BMedSc, MPH, PhD menyampaikan mengenai metode pelapasan nyamuk wolbachia di Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa Indonesia memakai teknologi wolbachia dengan metode replacement atau menggantikan.

Baca juga: Nyamuk Wolbachia, Apakah Berbahaya? Begini Kata Peneliti Independen

"Dengan cara melepaskan nyamuk jantan dan betina berimbang, sedemikian rupa sehingga keturunan telur-telur yang dihasilkan itu memang akan memiliki berwolbachia," kata dr. Doni, sapaannya.

"Pelepasan dilakukan dalam kurun waktu tertentu, pengalaman kami di Yogyakarta memerlukan waktu sekitar kurang lebih enam bulan, dan ketika kita memantau nyamuk di alam sudah 60 persen berwolbachia," tambah dr. Doni.

Ketika nyamuk di alam 60 persen sudah ada wolbachianya, pelepasan nyamuk ini akan di stop. Sehingga pelepasan tidak dilakukan secara terus-menerus.

Faktanya, jumlah nyamuk berwolbachia yang dilepaskan oleh pihak Kemenkes hanya sekitar 10 persen dari jumlah nyamuk yang ada di alam.

"Dan kita melepaskannya juga dalam bentuk peletakan telur ya. Jadi, telur yang diterapkan di ember, kemudian diberi air, diberi pelet, lalu dititipkan ke rumah-rumah, kemudian dua minggu sekali ini diganti embernya sampai dengan kurang lebihnya 6 bulan," jelas dr. Doni.

Baca juga: Peneliti: Nyamuk Wolbachia Tidak Sebabkan Japanese Encephalitis

Apa bahaya nyamuk wolbachia? 

Para pakar mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir mengenai efek nyamuk wolbachia, karena teknologi ini telah melewati beberapa penelitian risiko.

Analisis risiko teknologi wolbachia telah dilakukan dari 2016-2020 oleh para peneliti Kementerian Riset dan Teknologi yang melibatkan 20 pakar dari berbagai bidang.

Hasilnya menunjukkan bahwa risiko wolbachia bagi manusia dan lingkungan dapat diabaikan.

Selain itu, nyamuk wolbachia menjadi kebijakan Kementerian Kesehatan yang telah didasarkan oleh analisis risiko, bukti ilmiah terbaik, rekomendasi, AIPI, dan rekomendasi Vector Control Advisory Group (VCAG) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Untuk itu, cara kerja nyamuk wolbachia dianggap menjadi pilihan yang tepat sebagai langkah menekan kasus DBD di masyarakat.

Hal ini dikarenakan metode wolbachia dapat melindungi masyarakat dari penyakit yang ditularkan oleh nyamuk tanpa menimbulkan risiko terhadap ekosistem alami dan memberikan proteksi jangka panjang. 

Sementara itu, program yang telah berjalan untuk mengendalikan kasus DBD di Indonesia seperti, 3M Plus, tetap akan diteruskan. 

Baca juga: Kemenkes: Teknologi Wolbachia untuk Atasi DBD Bukan Rekayasa Genetik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau