Mi instan termasuk makanan rendah serat dan protein.
Protein bermanfaat meningkatkan perasaan kenyang dan mengurangi rasa lapar, sehingga bisa untuk mengelola berat badan.
Serat juga membantu meningkatkan perasaan kenyang sekaligus meningkatkan penurunan berat badan.
Sehingga, makan satu bungkus mi instan tidak bisa membuatmu benar-benar kenyang dan memicumu semakin banyak makan.
Jika makan mi instan kamu jadikan kebiasaan, ini bisa membuatmu kelebihan berat badan atau kondisi malnutrisi.
Beberapa penelitian menemukan bahwa mengonsumsi mi instan secara teratur mungkin berhubungan dengan buruknya kualitas makanan secara keseluruhan.
Baca juga: Mayoritas Mi Instan Diproduksi dengan Cara Digoreng, Ini Bahayanya jika Dikonsumsi Berlebihan
Mi instan biasanya digoreng dengan minyak sawit, lemak babi, atau mentega sebelum dikemas.
Bumbunya mungkin juga mengandung minyak yang tinggi lemak jenuhnya.
Alhasil, mi instan mengandung banyak lemak jenuh.
Jika lemak jenuh dikonsumsi secara teratur atau berlebihan, ini dapat meningkatkan kadar low-density lipoprotein (LDL) atau kolesterol jahat dalam darah.
Kolesterol tinggi meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes tipe 2.
Penelitian menemukan bahwa mengonsumsi mi instan mengalami peningkatkan asupan natrium dan kalori dibandingkan dengan orang-orang yang tidak makan mi instan.
Itu meningkatkan risiko kamu terkena sindrom metabolik, seperti penyakit jantung, diabetes, dan stroke.
Sebuah studi pada 2014 mengamati pola makan 10.711 orang dewasa. Dari itu ditemukan bahwa makan mie instan setidaknya dua kali seminggu meningkatkan risiko sindrom metabolik.
Baca juga: Yang Terjadi pada Tubuh jika Kita Makan Mi Instan Setiap Hari
Kebanyakan mi instan mengandung bahan yang dikenal sebagai monosodium glutamat (MSG), bahan tambahan makanan yang biasa digunakan untuk meningkatkan rasa.