KOMPAS.com - Pemerintah telah menjadikan upaya pengentasan stunting menjadi prioritas nasional dengan target penurunan 14 persen di tahun 2024.
Sementara berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting masih sebesar 21,6 persen.
Upaya penanganan stunting seharusnya lebih fokus pada pencegahan. Sebab, jika sudah terlanjur stunting akan sulit diobati.
"Kalau hanya masalah tinggi badan mungkin masih bisa dikoreksi. Tapi sunting juga berkaitan dengan kognitif atau kecerdasan. Anak yang stunting biasanya produktivitasnya akan turun dan penyakitnya lebih banyak," papar dr.Boy Abidin Sp.OG dalam acara media gathering yang diadakan oleh Darya Varia di Jakarta (6/2/2024).
Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronik yang dimulai sejak masa pembuahan. Anak stunting akan memiliki postur yang pendek dan mengalami gagal tumbuh kembang yang berdampak pada penurunan kecerdasan dan sistem kekebalan tubuh.
Baca juga: Cek Kesehatan Pranikah untuk Cegah Anak Stunting
Itu sebabnya program pencegahan stunting harus lebih didorong. Mulai dari persiapan kehamilan, masa kehamilan, usia bayi sampai anak berusia dua tahun.
"Bicara stunting tidak setelah bayi lahir, tapi sejak dalam kandungan, bahkan sebelum terjadi pembuahan kondisi sel telur dan sel sperma harus bagus," papar dr.Boy.
Ia memaparkan beberapa penyebab bayi lahir stunting; mulai dari berat badan ibu yang tidak bertambah selama kehamilan, kurangnya akses pelayanan kesehatan, sanitasi yang buruk, tidak mendapat ASI eksklusif dan MPASI mengandung gizi, serta bayi menderita penyakit yang mengganggu penyerapan nutrisi.
Beberapa intervensi yang bisa dilakukan pada calon ibu antara lain pemeriksaan kehamilan secara rutin ke bidan atau dokter, konsumsi tablet tambah darah pada remaja putri dan ibu hamil, dan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil dengan kurang energi kronik.
Baca juga: Kenapa Ibu Hamil Bisa Kekurangan Zat Besi? Berikut Penjelasan Dokter
Sementara itu pada bayi bisa dilakukan pemantauan tumbuh kembang bayi dan balita, pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI tinggi protein hewani, peningkatan cakupan imunisasi, serta edukasi kesehatan dan seks untuk remaja dan pasangan yang akan menikah.
Berhasil turunkan angka stunting
Upaya-upaya intervensi yang berkelanjutan terbukti berhasil menurunkan angka stunting sampai 80 persen di Desa Cibatok II, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Melalui program Generasi Sehat Bebas Stunting yang dilakukan PT. Darya Varia Laboratories sejak tahun 2018, jumlah anak stunting yang semula ada 68 anak kini berhasil ditekan hanya 13 anak.
"Kami sudah memiliki roadmap program yang dijalankan sejak tahun 2018. Dimulai dari edukasi duta kader, bekerja sama dengan ibu-ibu posyandu dan PKK, hingga pembangunan infrasturktur kesehatan," kata Presiden Direktur PT.Darya Varia Ian Kloer.
Menurutnya, masalah stunting bukan hanya masalah fisik, tapi juga sosial dan ekonomi.
Baca juga: Apa Bedanya Stunting dan Gizi Buruk? Ini Penjelasannya
Sekretaris Desa Cibatok II, Enjang Hariri mengatakan, program stunting di wilayahnya menjadi berbeda karena kegiatan intervensi yang dilakukan lebih dari sekadar pemberian suplemen gizi dan nutrisi.
"Programnya sudah menargetkan hal-hal yang sifatnya pencegahan di hulu seperti penyuluhan kesehatan ibu dan anak, perbaikan sanitasi lingkungan, pemberdayaan keluarga, dan edukasi dini pada remaja," papar Enjang dalam acara yang sama.
Legal & Corporate Affairs Head PT.Darya Varia Widya Olivia Tobing mengatakan, program CSR tersebut masih akan dilanjutkan di Desa Cibatok II.
"Kami masih punya peer karena ada 13 anak yang masih stunting," ujarnya.
Program Generasi Sehat Bebas Stunting ini juga akan diperluas dengan peningkatan kapasitas para bidan desa, yang juga meliputi desa di sekitar Cibatok II.
Baca juga: Cegah Stunting dengan Mencukupi Zat Besi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.