KOMPAS.com-Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, diagnosis yang tepat menjadi kunci sukses untuk menekan risiko penyakit migrain yang dialami oleh masyarakat.
"Migrain menyebabkan banyak angka ketidakhadiran pekerja yang ada karena alasan-alasan diagnosis. Dengan memahami migrain, mereka yang mempunyai gejala migrain segera melaksanakan deteksi dini," kata PIh. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, dr. Theresia Sandra Dian Ratih, MHA, Rabu (3/7/2024) seperti ditulis Antara.
Baca juga: Kenali 4 Tahapan Migrain dan Gejalanya
Dilansir Web MD, migrain adalah gangguan otak dan sistem saraf yang gejalanya hampir selalu berupa sakit kepala hebat.
Penderita migrain mengalami sakit kepala ini berulang kali dan dapat berlangsung selama 4 hingga 72 jam.
Bersama dengan nyeri kepala, migrain juga menyertakan gejala lain seperti mual dan kepekaan terhadap cahaya.
Theresia menekankan pentingnya promosi edukatif bagi masyarakat agar lebih memahami migrain sesuai dengan kondisi kesehatan masing-masing individu.
Adapun beberapa kategori umum yang biasa ditemui pada beberapa pasien di antaranya adalah under diagnosis, yaitu kondisi pasien dengan keluhan migrain tetapi tidak terdiagnosa pada kunjungan pertama, under treatment karena belum tersosialisasi dengan jelas bagaimana mengatasi migrain dengan benar dan kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan, dan over treatment yakni kondisi penanganan migrain yang berlebihan.
Baca juga: Waspada Migrain di Tempat Kerja, Simak Penanganannya Menurut Dokter
Theresia menyampaikan, migrain bukan suatu penyakit kepala biasa atau nyeri kepala seperti vertigo dan lainnya.
Pemicu migrain dapat diakibatkan antara lain oleh perubahan hormonal, stres, konsumsi makanan tertentu seperti keju, alkohol, kafein, pola makan dan istirahat tidak teratur, bau yang menyengat, cahaya terang, atau konsumsi terlalu banyak obat.
Oleh karena itu, ia mengimbau agar masyarakat yang mempunyai keluhan nyeri kepala yang mengarah pada migrain untuk berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan yang ada di lingkungan masing-masing.
Di sisi lain, pemerintah berupaya agar tata laksana layanan primer terkait migrain terus ditingkatkan agar dapat ditangani lebih lanjut secara tuntas.
"Pencegahan dilakukan dengan upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Kemudian juga menghindari faktor pencetus tadi dan edukasi petugas kesehatan," ujarnya.
Lebih lanjut, Theresia menyampaikan, kasus baru migrain meningkat sebanyak 40 persen dari 62,6 juta di tahun 1990 menjadi 87 juta di tahun 2019.
Negara India, China, Amerika, dan Indonesia merupakan negara dengan jumlah tertinggi penderita migrain, yang menyumbang 43 persen insiden secara global.
"Perempuan paling sering mengalami migrain dibandingkan laki-laki di usia 30 sampai 39 tahun. Berarti di usia produktif ini jangan sampai produktivitas menurun karena ketidakhadiran dalam pekerjaan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.