KOMPAS.com - Pemasungan tidak bisa menjadi cara untuk penderita skizofrenia pulih, sayangnya praktik ini masih banyak ditemukan di perdesaan maupun perkotaan.
Seorang spesialis kedokteran jiwa dan psikiatri, dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ mengatakan bahwa penderita skizofrenia memiliki hak untuk dipulihkan dengan tatalaksana pengobatan yang baik.
Baca juga: Pemasungan Masih Jadi Cara Penanganan Skizofrenia di Indonesia
"Pemasungan tentu bukan merupakan penanganan yang baik dan positif untuk orang dengan skizofrenia," kata Lahargo kepada Kompas.com pada Jumat (19/7/2024).
Faktanya, 6,6 persen atau sekitar 844 rumah tangga di perdesaan dan perkotaan yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia memilih tindakan pemasungan untuk meredakan masalah yang ditimbulkan akibat gejala penyakit mental ini.
Data tersebut berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pada Juni 2024.
Baca juga: Yogyakarta Jadi Provinsi dengan Prevalensi Skizofrenia Terbanyak
Data SKI merupakan hasil wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan di 38 provinsi Indonesia sepanjang 2023.
Survei ini menggunakan sampel representatif 315.646 rumah tangga dari 34.500 blok sensus dan jumlah rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga (ART) dengan skizofrenia di Indonesia tertimbang 315.621.
Lahargo mengatakan, pemasungan hanya memperparah masalah yang dihadapi oleh penderita skizofrenia, karena ada dampak negatif baik dari segi psikologis, fisik, dan sosial yang akan ditanggung mereka.
Baca juga: Siapa yang Berisiko Menderita Skizofrenia? Ini Penjelasannya...
Spesialis kedokteran jiwa dan psikiatri ini mengungkapkan bahwa pasien skizofrena yang dipasung sering kali mengalami gangguan infeksi, baik bakteri, virus, jamur, atau parasit.
Itu karena keluarga yang melakukan pemasungan kepada pasien skiofrenia sering kali mengabaikan perawatan diri dari penderita, yang sudah tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri.
Atrofi otot juga sering menjadi dampak pemasungan pada pasien skizofrenia secara fisik.
"Kami (psikiatri) sering sekali menemukan pasien-pasien skizofrenia yang dibawa ke rumah sakit itu sudah mengalami atrofi otot, ototnya sudah mengecil. Ini mengganggu mobilitasnya," ujar dokter psikiater yang berpraktik di Siloam Hospital di Bogor.
Asupan nutrisi yang kerap tidak diperhatikan selama pemasungan juga biasa mengakibatkan penderita skizofrenia mengalami malnutrisi, anemia, dan komplikasi kesahatan lainnya.
Baca juga: Apakah Anda Menderita Skizofrenia? Ini Ciri-cirinya...
Dampak pemasungan berikutnya adalah kemampuan berinteraksi sosial yang hilang.
"Pemasungan dapat menghilangkan interaksi sosial yang mengakibatkan keterampilan sosial pasien menjadi sangat menurun. Sehingga, ia menjadi tidak memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungannya," jelasnya.
"Kami sering kali menemukan itu. Butuh waktu yang sangat panjang untuk mengembalikkan keterampilan sosial pasien yang pernah mengalami pemasungan," lanjutnya.
Sementara itu, gejala skizofrenia terus berlangsung, bahkan mungkin bertambah parah.
"Itu yang menyebabkan bersangkutan tidak akan pulih, jika tidak mendapatkan penanganan yang komperhensif," tandas Lahargo.
Edukasi yang kurang tentang penanganan penderita skizofrenia di tingkat keluarga dan praktik pemasungan yang dibiarkan, kata Lahargo, bisa mengakibatkan terbangunnya stigma di masyarakat bahwa pasien dengan gangguan jiwa berat ini layak dipasung.
"Akan muncul kebiasaan yang seperti itu. Sebenarnya, itu harus dihindari," ucapnya.
Baca juga: Apa Penyebab Pasien Skizofrenia Kambuh dan Bagaimana Mengatasinya?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.