Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Vaksin Malaria Pertama di Indonesia Libatkan BRIN dan TNI AD

Kompas.com - 09/08/2024, 19:00 WIB
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta

Penulis

KOMPAS.com - Universitas Indonesia (UI) melalui Fakultas Kedokteran (FK) bersama dengan University of Oxford telah mengumumkan penyelesaian Uji Klinis Fase 2 terhadap vaksin malaria baru yang diproduksi Sanaria Inc.

Ini merupakan uji vaksin malaria pertama yang pernah dilakukan di Indonesia dan Asia-Pasifik dalam 30 tahun terakhir.

Dalam rilis yang diterima Kompas.com, uji klinis yang diumumkan secara resmi pada 27 Mei 2024 ini juga melibatkan Pusat Kesehatan Angkatan Darat (PUSKESAD) dan Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Baca juga: Gejala Malaria yang Perlu Diperhatikan Sebelum Terjadi Komplikasi

Riset ini juga melibatkan 345 tentara Indonesia dari Batalion 132 di Bangkinang, Riau, yang berpartisipasi dalam studi secara sukarela.

Para tentara dibagi ke dalam dua kelompok, yakni kelompok yang memperoleh vaksinasi dan kelompok yang mendapatkan suntikan plasebo.

Para tentara yang semula bertugas di Bangkinang, kemudian ditugaskan ke ke wilayah endemik malaria, yaitu Kabupaten Keerom, Papua.

Hal ini bertujuan untuk melihat efektivitas vaksin bagi individu yang belum pernah terinfeksi malaria saat berada di wilayah endemik.

“Penelitian ini unik karena melibatkan populasi yang belum pernah terkena malaria, yang kemudian bepergian ke daerah endemik malaria. Dengan memvaksin para tentara yang belum pernah terinfeksi sebelum mereka bepergian ke daerah berisiko tinggi, kami bisa menguji efektivitas vaksin ini dalam kondisi nyata,” ujar Prof. Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, Ph.D., Sp.PD., K-PTI., FACP., FINASIM., Guru Besar FKUI sekaligus peneliti utama dalam riset ini.

Baca juga: Minum Obat Pencegah Malaria, Begini Anjuran Dokter…

Lebih lanjut, para tentara divaksinasi sepanjang Mei hingga September 2022 sebelum kemudian berangkat tugas ke Kabupaten Keerom.

Tim peneliti memantau dan menangani lebih dari 700 kasus malaria selama masa penugasan di Papua. Para ahli melanjutkan pengawasan terhadap para tentara selama enam bulan setelah mereka kembali ke Bangkinang dan menangani 300 kasus malaria selama periode ini.

Untuk diketahui, vaksin yang diuji terbuat dari parasit malaria hidup, khususnya jenis Afrika Barat, yang dilemahkan dengan cara berbeda.

Parasit di dalam Vaksin Sanaria® PfSPZ dilemahkan menggunakan radiasi. Sedangkan, parasit di dalam Vaksin Sanaria® PfSPZ-CVac dilemahkan dengan obat klorokuin yang diberikan secara oral kepada para partisipan studi.

Hasil uji coba vaksin malaria menunjukkan bahwa vaksin Sanaria® PfSPZ aman dan dapat ditoleransi dengan baik, sama seperti plasebo yang berupa larutan garam fisiologis.

Vaksin Sanaria® PfSPZ-CVac juga terbukti aman dengan efek samping ringan. Kedua vaksin memberikan perlindungan terhadap malaria yang disebabkan parasit Plasmodium falciparum yang ditemukan di Papua, meskipun vaksinnya terbuat dari jenis malaria yang berbeda.

Baca juga: Mengenal 4 Ciri-ciri Nyamuk Anopheles Penyebab Malaria

Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH., MMB mengatakan, uji klinik fase dua mengenai vaksin malaria adalah riset penting dalam pengembangan vaksin.

Ari berharap, uji klinik bisa berlanjut sehingga keberadaan vaksin ini benar-benar bisa bermanfaat untuk mencegah dan memberantas penyebaran malaria di Indonesia dan dunia.

"FKUI terus mendukung berbagai uji klinik The Oxford University Clinical Research Unit (OUCRU) melanjutkan kerja sama yang telah berlangsung sejak 13 tahun yang lalu,” kata Prof. Ari.

Menyambung hal tersebut, Direktur OUCRU Indonesia Prof. J. Kevin Baird menyampaikan bahwa malaria adalah masalah besar di dunia dan Indonesia.

“Pekerjaan kami di OUCRU Indonesia mengutamakan penjalinan kerja sama dengan mitra lokal untuk menemukan solusi efektif bagi penyakit menular yang dapat diterapkan di seluruh dunia. Keberhasilan uji coba ini membuktikan kekuatan kemitraan tersebut dan merupakan langkah penting menuju eliminasi malaria,” ujar Prof. Baird.

Kepala Medis Sanaria Thomas L. Richie mengatakan bahwa keefektivan lintasjenis ini sangat penting untuk eliminasi malaria global, karena ada banyak spesies malaria di dunia.

Berdasarkan temuan tersebut, pihaknya sedang mengembangkan vaksin generasi berikutnya bernama PfSPZ-LARC2 dengan harapan menunjukkan hasil yang lebih baik lagi.

Hasil studi yang lebih rinci akan dipublikasikan pada akhir tahun setelah melalui peer-review atau peninjauan lebih lanjut oleh ahli.

Baca juga: 4 Cara Mengobati Malaria dan Pencegahannya

Untuk diketahui, malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium, ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

Tingkat keparahan malaria bervariasi berdasarkan spesies plasmodium.
Gejala berupa menggigil, demam, dan berkeringat, biasanya terjadi beberapa minggu setelah digigit.

Jika kondisi tersebut dibiarkan seseorang berisiko mengalami gangguan pada otak dan sistem saraf yang mengakibatkan kelumpuhan dan kejang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau