Gejala-gejala di atas dapat terjadi selama aktivitas fisik atau stres emosional, bahkan saat tidur sekalipun, menurut Kemenkes RI. Sehingga, seseorang dengan SADS bisa meninggal saat tidur.
Dari suatu penelitian, didapatkan bahwa sebanyak 82 persen pasien mengalami SADS saat tidur atau istirahat.
Baca juga: Picu Kematian Mendadak, Ini Penyebab Henti Jantung di Usia Muda
Saat tidur, terjadi peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis yang dapat memperlambat denyut jantung dan meningkatkan interval QT pada elektrokardiogram (EKG).
Interval QT merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan jantung untuk melakukan repolarisasi setelah terjadinya proses depolarisasi.
Pada individu dengan predisposisi genetik, peningkatan interval QT ini dapat meningkatkan risiko aritmia yang mengarah ke SADS.
Ada juga beberapa penelitian yang telah menunjukkan adanya hubungan antara gangguan tidur seperti sleep apnea dengan risiko aritmia ventrikel (gangguan irama jantung yang terjadi pada bilik jantung).
Sindrom kematian mendadak akibat aritmia sulit didiagnosis karena kondisinya yang jarang terjadi.
Dokter bisa mencurigai kondisi ini ketika pasien mengalami gejala seperti di atas dan memiliki kerabat yang meninggal karena kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan sebelum usia 40 tahun.
Baca juga: Faktor Risiko dan Cara Cegah Sindrom Kematian Mendadak pada Bayi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.