Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Puspita Wijayanti
Dokter, Aktivis Sosial, Kritikus

Saya adalah seorang dokter dengan latar belakang pendidikan manajemen rumah sakit, serta pernah menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) sebelum memutuskan keluar karena menyaksikan langsung dinamika perundungan dan ketidakadilan. Sebagai aktivis sosial dan kritikus, saya berkomitmen untuk mendorong reformasi dalam pendidikan kedokteran dan sistem manajemen rumah sakit di Indonesia. Pengalaman saya dalam manajemen rumah sakit memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya sistem yang berfungsi baik, bukan hanya dalam aspek klinis, tetapi juga dalam melindungi kesejahteraan tenaga kesehatan.

Administrasi BPJS Tidak Boleh Hambat Keilmuan Dokter

Kompas.com - 03/10/2024, 14:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI SETIAP ruang praktik dokter, ada tanggung jawab besar untuk memberikan perawatan terbaik yang didasarkan pada ilmu kedokteran.

Dokter telah menghabiskan bertahun-tahun mempelajari keilmuan mendalam, menyesuaikan dengan berbagai kondisi medis yang sering kali kompleks.

Namun, di balik tanggung jawab besar ini, sering kali ada halangan besar terkait aturan administrasi BPJS, yang membuat keilmuan dokter terbentur dengan plafon biaya dan regulasi yang kaku.

Situasi ini tidak hanya menghambat kemampuan dokter untuk memberikan pelayanan terbaik, tetapi juga merugikan pasien.

Kurikulum dokter dan realitas BPJS

Dokter dilatih dengan dasar kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine) yang selalu mengutamakan kualitas layanan.

Dalam praktiknya, ketika dokter hendak menerapkan apa yang mereka pelajari, mereka sering kali terjebak aturan-aturan BPJS yang membatasi tindakan medis berdasarkan plafon biaya.

Kondisi ini jelas tidak sesuai dengan kurikulum kedokteran yang mengajarkan bahwa setiap pasien harus diperlakukan berdasarkan kondisi medis dan bukan pada batasan biaya yang ditetapkan oleh sistem.

Sebagai contoh, dalam kasus pembedahan yang membutuhkan peralatan atau obat khusus, BPJS mungkin hanya memberikan plafon untuk alat atau obat yang lebih murah.

Apa yang terjadi ketika solusi medis yang terbaik tidak bisa dilakukan karena plafon biaya? Dokter dipaksa untuk menyiasati kondisi tersebut dengan menggunakan metode yang mungkin bukan paling optimal.

Pada akhirnya, pasien yang harus menerima dampak dari keputusan tersebut.

Tugas dokter adalah memberikan perawatan terbaik, bukan berurusan dengan administrasi klaim BPJS.

Seharusnya, setiap rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS memiliki kantor BPJS dengan karyawan yang bertanggung jawab langsung untuk mengurus setiap masalah administratif.

Jika ada masalah klaim, plafon biaya yang tidak sesuai, atau kebutuhan tindakan medis yang mendesak, maka tim BPJS di rumah sakit bisa langsung menyelesaikannya.

Manajemen rumah sakit dan BPJS harus menjadi pihak yang bertanggung jawab atas setiap kendala di lapangan, bukan dokter.

Dengan demikian, dokter dapat fokus pada pasien dan menggunakan seluruh keilmuan mereka tanpa harus memikirkan batasan tarif yang ditetapkan oleh BPJS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau