"Preferensi ini mungkin berasal dari fakta bahwa kasus nyata menawarkan rasa keaslian dan kesungguhan, di mana orang bisa merasa seperti terlibat dengan sejarah atau memahami sistem hukum dan pidana yang rumit," katanya.
Di lain pihak, kisah fiksi menawarkan keseimbangan realisme dan gaya cerita dramatis. Meski bagi penonton kisah ini tak terlalu intens tapi tetap memberi pengalaman menarik.
Film nonfiksi seperti kisah pembunuh berantai Jeffrey Dahmer misalnya, sudah ditonton lebih dari satu miliar jam waktu tonton, menjadikannya sebagi serial yang paling banyak ditonton di Netflix.
"Jenis cerita yang realistik dari serial ini mungkin menimbulkan rasa ngeri lebih tinggi dan lebih menarik bagi penonton, sehingga timbul rasa 'keterlibatan' dengan apa yang digambarkan dalam cerita," kata Chow.
Baca juga: Psikolog Sarankan Orangtua Tak Ajak Anak Nonton Film Horor
Sebaliknya dengan kisah fiksi, akan tetap menarik bagi orang yang tak terlalu peduli dengan tingkat kengerian aksi kriminal. Para fans ini akan menganggap apa yang mereka tonton "seru" dan memperlakukannya seperti menyelesaikan puzzles.
Kedua genre tersebut sama-sama memiliki aspek penyelesaikan masalah dan stimulasi kognitif yang melibatkan narasi kompleks pada pemecahan kasus secara detil dan proses peradilan.
Para wanita menjadi kelompok yang paling menyukai jenis genre ini. Menurut Chow, hal ini mungkin karena rasa empati wanita lebih besar selain rasa ketertarikan pada analisa psikologi. Alasan lain adalah dorongan untuk menyiapkan diri.
"Banyak wanita menghadapi tekanan sosial seputar keamanan mereka. Melihat bagaimana pelaku memikat korbannya memberi penonon wanita pemahaman tentang cara mengatasi situasi tersebut seandainya mereka mengalami situasi serupa," kata Lim.
Apakah ada masalah psikologi?
Tak sedikit penggemar acara kejahatan mempertanyakan apakah ada yang salah dengan dirinya.
Nyatanya, menikmati tontonan bertema kriminal tidak mencerminkan hal yang negatif tentang seseorang. Sebagian besar hanya penasaran saja tentang perilaku manusia, keadilan, dan juga pemecahan masalah yang rumit.
Baca juga: Bukan Sekadar Hiburan, Menonton Film Komedi Memiliki Manfaat Kesehatan, Apa Saja?
Meski begitu, menurut Robert, jika kita punya kecenderungan obsesif, ini bisa menunjukkan tontotan itu menjadi bagian dari mekanisme koping, dan itu bukan hal yang sehat.
Menurut Chow, tidak ada kaitan antara mereka yang menyukai acara tv bertema kejahatan dengan masalah mental.
"Tapi pada beberapa kasus, faktor psikologi bisa menjelaskan mengapa orang bisa terhanyut dalam drama kejahatan. Hal ini bisa tumpang tindih dengan kondisi mental atau kepribadian," katanya.
Ia mencontohkan kasus di Korea Selatan di mana gadis berusia 23 tahun membunuh orang asing "karena penasaran" dan punya obsesi dengan novel serta serial kriminal.
"Gadis itu juga dilaporkan memiliki skor tinggi pada tes psikopat. Walau begitu, tak ada bukti bahwa ada kaitan antara kondisi mental dengan obsesi pada serial kriminal," ujarnya.
Yang harus diwaspadai adalah jika hidup kita mulai terpengaruh, misalnya jadi cemas berlebihan dan takut pada orang asing, atau kita punya pikiran berbahaya untuk meniru perilaku kejahatan.
Baca juga: 10 Manfaat Menonton Film bagi Kesehatan Mental, Bisa Meningkatkan Mood
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.