"Pasien lama yang selama ini sudah menggunakan ECCT diarahkan mendapat pelayanan standar di rumah sakit pemerintah yang ditunjuk dan rumah sakit lain yang bersedia," ujar Pelaksana Tugas Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementes Tri Tarayati di Gedung Kemenkes, Rabu (3/2/2016).
Delapan rumah sakit pemerintah itu adalah RS Hasan Sadikin (Bandung), RS Dr Karyadi (Semarang) RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Sanglah (Denpasar), RS Persahabatan (Jakarta), RS Sardjito (Yogyakarta), RS Soetomo (Surabaya), dan RS Dharmais (Jakarta).
Menurut Tri, dengan begitu pengguna ECCT dari daerah tak perlu jauh-jauh ke Jakarta, karena di sejumlah rumah sakit tersebut juga memiliki standar pelayanan untuk pasien kanker.
Akan tetapi, penggunaan alat ECCT tetap diperbolehkan bagi pasien lama yang masih ingin menggunakannya. Hal itu merupakan hak pasien dan dapat dilakukan bersamaan dengan pelayanan kesehatan yang dijalankan.
"Untuk perlindungan inginnya kita edukasi masyatakat ayo kembali ke pelayanan konvensional, tapi Undang-undang mengatakan, ada hak otonomi pasien," trrang Tri.
Warsito sendiri mengaku ingin penggunaan rompi antikankernya bisa berjalan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Ia mengungkapkan, sudah ada 3000 pasien yang menggunakan alat ECCT.
"Hanya saja karena yang kita kembangkan hal baru, menyebabkan kegamangan berbagai pihak, termasuk pemerintah," kata Warsito.
Penelitian ECCT pun tetap dilanjutkan untuk mencapai standar penelitian alat kesehatan. Jika dalam uji klinis terbukti keamanan dan manfaatnya, maka ECCT dapat digunakan pada manusia sebagai alat terapi kanker.