Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/03/2016, 21:55 WIB
Kontributor Travel, Fira Abdurachman

Penulis

KOMPAS.com - Ngainten, wanita berusia 75 tahun dan ibu dari 8 anak ini mengungkapkan kisah dan perasaannya menerima kenyataan, bahwa salah satu anaknya penyuka sesama jenis.

“Enggak malu Bu punya anak gay?”, tanya saya kepada Ngainten mengawali pembicaraan.

“Saya enggak malu”, ucapnya lugas. Walau dengan suara yang agak bergetar karena usia, Ngainten tetap memancarkan kepercayaan dirinya sebagai seorang wanita yang tegar. Bahkan, keriput di wajahnya tidak memudarkan garis kecantikkan khas seorang perempuan Jawa.

“Malu sama siapa. Kalau ada yang nanya, saya bilang bukan urusan kamu. Ini anak saya kok," tegasnya.

Ngainten bukanlah seorang sarjana bersekolah tinggi atau ilmuwan. Dia bukan juga petinggi penting di negara ini.

Ngainten dahulu adalah seorang pemilik warung makan sederhana di kota Surabaya, Jawa Timur. Kehebatan Ngainten adalah memiliki hati seluas samudra sebagai seorang ibu yang memiliki anak seorang penyuka sesama jenis atau gay.

Gunawan Wibisono atau akrab disapa Gunn adalah anak ke 5 dari 8 bersaudara yang dilahirkan Ngainten ke dunia.

Dikasihi dan dicintai dari kecil, sampai Gunn menjadi seorang sarjana S2 di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Putra kesayanganya ini bahkan menjalankan beberapa perusahaan di bidang hospitality di Jakarta dan Bali.

“Dari dulu, dari kecil, dia anak yang selalu rajin membantu. Waktu di warung dulu juga membantu aku. Teman - temannya juga banyak pada main ke warung dulu. Makanya tidak menyangka awalnya, kalau anakku ya seperti itu,” kata Ngainten kepada KOMPAS.com.

 

Tentang Gunn dan Hans

Gunn Wibisono pertama kali mengakui dirinya sebagai gay adalah saat memperkenalkan calon pendamping hidupnya, Hans, pria asal Belanda. Mereka menyatakan niatnya untuk melangsungkan pernikahan secara sah.

Ngainten hanya bisa menitikkan air mata. Ia tak mampu menahan rasa kaget dan kesedihannya.

Lantas, apakah Gunn dipukul? Diusir? Didurhakakan? Dengan nada emosi dan mata sedikit melotot kepada saya, Ngainten berucap, ”Enggak tega aku usir. Aku pukul. Dia ini anakku. Dia lahir dari aku.”

Akhirnya, Gunn Wibisono dan Hans menikah secara resmi di Belanda pada tahun 2014. “Aku berpikir panjang. Aku hanya nanya ke dia, nanti hari tua gimana, kan enggak bisa punya keturunan,” ungkap Ngainten.

Namun, Gunn bisa meyakini sang ibu bahwa dia akan baik – baik saja dan akan hidup bahagia bersama Hans. Pernikahan Gunn dan Hans berlangsung meriah, dihadiri ibu dan adik perempuannya. Acara mulai pagi hari untuk pencatatan resmi di otoritas Belanda. Dilanjutkan dengan pesta sampai malam.

Kini, Gunn dan Hans hidup layaknya rumah tangga pada umumnya di kawasan Selatan Jakarta. Mereka berdua memiliki hubungan yang baik dengan sang ibunda dan keluarga. Semua serba terbuka dan tidak ada permusuhan atau penolakan dari keluarga.

"Sekarang Hans sudah seperti anakku sendiri. Dia juga perhatian banget sama aku,” kata Ngainten saat ditanya tentang sosok menantunya.

Kebahagiaan anak adalah kebahagiaan orang tua. Demikian juga sebaliknya. Seperti kata Ngainten, "Anakku adalah pemberian Tuhan. Semua kehendak Tuhan. Masa iya aku sia-siakan anakku sendiri.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com