Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/01/2014, 07:35 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com
- Melatonin atau yang juga dikenal dengan istilah "hormon tidur" ternyata juga berkaitan dengan risiko kanker prostat pada pria. Sebuah studi baru menemukan, pria dengan kadar hormon tidur yang lebih tinggi memiliki risiko rendah untuk menderita kanker prostat.

Studi tersebut juga mengungkap bahwa pria dengan kadar hormon tidur lebih tinggi dalam urinenya mengalami penurunan 75 persen risiko kanker prostat tingkat lanjut. Hasil itu adalah jika dibandingkan pria dengan kadar hormon tidur yang lebih rendah.

"Sangat jelas kami menemukan hubungan antara kadar hormon tidur dengan risiko kanker prostat tingkat lanjut," ujar peneliti studi Sarah Markt, mahasiswa pascasarjana di departemen epidemiologi Harvard School of Public Health di Boston.

Markt menjelaskan, kadar hormon tidur dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas tidur seseorang. Hormon tersebut diproduksi di otak oleh kelenjar pineal yang merespon lingkungan yang gelap.

Hormon tidur biasanya mulai meningkat ketika matahari sudah terbenam atau petang hari dan meningkatkan rasa kantuk. Kadar hormon ini mencapai puncaknya ketika malam hari tiba.

Kadarnya baru menurun ketika pagi hari. Dan seiring tubuh terkena paparan sinar matahari dan sinar terang, maka kadarnya akan sangat menurun, dan tubuh pun ada dalam keadaan awas.

Para peneliti mengatakan, sistem tersebut merupakan sistem alami biologis tubuh yang dikenal dengan istilah irama sirkadian. Kendati demikian, tak semua orang bisa mendapatkan sistem tubuh yang seperti itu. Orang-orang yang harus bekerja di malam hari dalam shift, misalnya. Menurut para peneliti, jadwal tidur mereka menjadi kacau dan irama sirkadian mereka rusak.

"Mereka adalah golongan orang dengan produksi hormon tidur yang sedikit," kata peneliti.

Hasil penelitian ini dipresentasikan Minggu (19/1/2014) waktu setempat di American Association for Cancer Research Conference on Advances in Prostate Cancer Research di San Diego. Studi ini belum diterbitkan dalam jurnal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau