Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/04/2014, 10:57 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

Sumber dailymail


KOMPAS.com -
Anak-anak yang terlahir dari orangtua yang pernah mengalami trauma hidup berat beresiko tinggi mengalami gangguan perkembangan mental. Hal ini terjadi karena trauma bisa diturunkan ayah ke anaknya melalui sel sperma.

Pengalaman traumatik bisa terjadi oleh banyak peristiwa, misalnya saja kekerasan, pelecehan, kecelakaan, bencana alam, atau pertempuran militer. Para ahli psikologi sejak lama telah mengetahui bahwa pengalaman traumatik bisa menyebabkan gangguan perilaku yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Beberapa gangguan jiwa memang dipengaruhi oleh faktor keturunan, tetapi selama ini belum diketahui dengan jelas bagaimana mekanismenya.

Tim peneliti dari Universitas Zurich, Swiss, menemukan bahwa molekul RNA pendek (molekul yang punya peran penting dalam tubuh) dibentuk dari DNA dengan enzim yang bisa membaca secara spesifik bagian dari DNA lalu dipakai sebagai model untuk menghasilkan komunikasi RNA. Enzim lain kemudian memangkas RNA ini menjadi bentuk yang lebih matang.

Sel-sel secara alamiah mengandung sejumlah besar berbagai molekul pendek RNA yang disebut microRNA. Mereka memiliki fungsi yang berbeda, misalnya mengendalikan berapa salinan dari protein tertentu yang dibuat.

Para ilmuwan meneliti jumlah dan jenis ekspresi microRNA pada tikus dewasa yang mengalami kondisi traumatik saat mereka masih kecil, kemudian dibandingkan dengan tikus yang tidak pernah trauma.

Ternyata, tekanan traumatik mengubah jumlah beberapa microRNA dalam darah, otak, dan sperma. Perubahan ini menghasilkan gangguan kerja dari proses selular yang normalnya dikontrol oleh microRNA ini.

Setelah mengalami pengalaman traumatik, tikus-tikus itu berperilaku secara berbeda, misalnya mereka kehilangan minat pada ruang terbuka dan cahaya terang, serta menunjukkan gejala depresi.

Gangguan perilaku tersebut ternyata juga ditransfer ke generasi berikutnya melalui sel sperma saat terjadinya pembuahan. Meski anak-anak tikus itu tidak mengalami pengalaman trauma seperti para ayah mereka tetapi gejalanya sama.

Selain gangguan perilaku, metabolisme para anak tikus itu juga ikut terganggu. Kadar insulin dan gula darah mereka lebih rendah dibanding anak tikus yang orangtuanya tidak pernah trauma.

"Untuk pertama kalinya kami bisa menunjukkan bahwa pengalaman traumatik berdampak pada metabolisme jangka panjang dan perubahan ini diturunkan," kata Isabelle Mansuy, peneliti.

Ia menambahkan, gangguan pada RNA dimulai ketika tubuh memproduksi terlalu banyak hormon stres.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com