Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/12/2021, 09:00 WIB
Luthfi Maulana Adhari,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kraniosinotosis atau craniosynostosis adalah cacat lahir ketika satu atau lebih sendi fibrosa antara tulang tengkorak bayi (jahitan kranial) menutup sebelum otak bayi sepenuhnya terbentuk.

Pertumbuhan otak terus berlanjut, membuat kepala tampak cacat.

Biasanya, selama masa bayi, jahitan kranial ini tetap fleksibel, memberikan waktu bagi otak bayi untuk tumbuh.

Baca juga: 9 Makanan yang Baik untuk Perkembangan Otak Anak

Di bagian depan tengkorak, jahitan bertemu di titik lunak besar (fontanel) di atas kepala atau yang disebut dengan ubun-ubun.

Penyebab

Penyebab craniosynostosis tidak diketahui.

Gen mungkin berperan, tetapi biasanya tidak ada riwayat keluarga dengan kondisi tersebut.

Lebih sering, kondisi ini mungkin disebabkan oleh tekanan eksternal pada kepala bayi sebelum lahir.

Perkembangan abnormal dasar tengkorak dan selaput di sekitar tulang tengkorak diyakini memengaruhi pergerakan dan posisi tulang saat tumbuh.

Dalam kasus ketika penyakit ini diturunkan melalui keluarga, hal itu dapat terjadi dengan masalah kesehatan lainnya, seperti kejang, penurunan kecerdasan, dan kebutaan.

Kelainan genetik yang umumnya terkait dengan craniosynostosis adalah:

  • Sindrom Crouzon
  • Sindrom Apert
  • Sindrom Carpenter
  • Sindrom Saethre-Chotzen
  • Sindrom Pfeiffer.

Namun, kebanyakan anak dengan craniosynostosis dinyatakan sehat dan memiliki kecerdasan normal.

Baca juga: Manfaat Tidur Siang untuk Perkembangan Otak Anak yang Sayang Diabaikan

Gejala

Pada bayi dengan kondisi ini, tanda yang paling umum adalah perubahan bentuk kepala dan wajah.

Satu sisi wajah anak mungkin terlihat sangat berbeda dari sisi lainnya.

Tanda-tanda lain yang kurang umum mungkin ialah:

  • Fontanel atau ubun-ubun penuh atau menonjol 
  • Kantuk (atau kurang waspada dari biasanya)
  • Vena kulit kepala yang sangat terlihat
  • Peningkatan iritabilitas
  • Tangisan bernada tinggi
  • Nafsu akan yang buruk
  • Muntah proyektil
  • Meningkatkan lingkar kepala
  • Keterlambatan perkembangan.

Gejala craniosynostosis mungkin menyerupai kondisi atau masalah medis lain, jadi selalu konsultasikan dengan dokter anak untuk mengklarifikasi diagnosis.

Diagnosis

Hubungi dokter anak segera jika bayi memiliki:

  • Bentuk kepala yang tidak biasa
  • Masalah dengan pertumbuhan
  • Tonjolan yang tidak biasa di tengkorak.

Baca juga: 7 Makanan yang Penting untuk Perkembangan Otak Anak

Penyedia layanan kesehatan akan meraba kepala bayi dan melakukan pemeriksaan fisik.

Untuk memastikan diagnosis, tes berikut dapat dilakukan:

  • Mengukur lingkar kepala bayi
  • Rontgen tengkorak
  • CT scan kepala.

Perawatan

Pembedahan biasanya diperlukan. Hal itu dilakukan sebelum bayi beranjak besar.

Tujuan pembedahan adalah:

  • Menghilangkan tekanan pada otak
  • Pastikan ada cukup ruang di tengkorak untuk memungkinkan otak tumbuh dengan baik
  • Memperbaiki penampilan kepala anak.

Komplikasi

Craniosynostosis menghasilkan kelainan bentuk kepala yang bisa parah dan permanen jika tidak diperbaiki. Komplikasi yang mungkin terjadi ialah:

  • Peningkatan tekanan intrakranial
  • Kejang
  • Keterlambatan perkembangan.

Pencegahan

Tidak ada cara yang dijamin untuk mencegah craniosynostosis.

Baca juga: Tahapan Perkembangan Janin dalam Kandungan dari Bulan ke Bulan

Tes genetik prenatal dapat menunjukkan mutasi gen yang dapat menyebabkan craniosynostosis.

Seorang konselor genetik juga dapat membantu memahami risiko genetik dan kemungkinan pilihan pengobatan jika bayi lahir dengan craniosynostosis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com