Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/10/2021, 08:00 WIB
Jessica Rosa Nathania,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ablasi retina merupakan situasi darurat ketika retina atau lapisan jaringan di belakang mata menarik diri dari posisi normalnya.

Kondisi ini memisahkan sel-sel retina dari lapisan pembuluh darah yang menyediakan oksigen dan nutrisi, sehingga dapat menyebabkan kehilangan penglihatan permanen.

Baca juga: 6 Cara Mudah Jaga Kesehatan Mata

Penyebab

Berdasarkan Cleveland Clinic, terdapat beberapa penyebab utama terjadinya ablasi retina, antara lain:

  • Rhegmatogenous, terdapat robekan kecil di retina
  • Tractional, pembentukan jaringan parut akibat kadar gula darah yang tinggi
  • Eksudatif, cairan yang menumpuk di belakang retina meskipun tidak terdapat robekan

Faktor risiko

Berkaitan dengan penyebabnya, mengutip Mayo Clinic, terdapat faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko Anda mengalami ablasi retina, yaitu:

  • Riwayat ablasi retina
  • Riwayat keluarga
  • Rabun jauh kronis
  • Operasi mata
  • Cedera mata kronis
  • Penyakit atau gangguan mata lain
  • Usia, ablasi retina lebih sering terjadi pada orang di atas usia 50 tahun

Gejala

Pada awalnya, kondisi ini mungkin tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, menurut Mayo Clinic, gejala ablasi retina hampir selalu muncul sebelum terjadi atau sudah lanjut, seperti:

  • Munculnya banyak floaters secara tiba-tiba, yaitu bintik-bintik kecil yang tampaknya melayang melalui bidang penglihatan
  • Kilatan cahaya pada satu atau kedua mata
  • Penglihatan kabur
  • Penglihatan samping secara bertahap berkurang
  • Terdapat bayangan seperti tirai di atas bidang penglihatan

Baca juga: 7 Makanan yang Dapat Meningkatkan Kesehatan Mata

Cari pertolongan medis segera jika Anda mengalami gejala di atas untuk mendapatkan perawatan medis dan mencegah risiko kehilangan penglihatan permanen.

Diagnosis

Melansir Mayo Clinic, dokter kemungkinan menggunakan tes, instrumen, dan prosedur berikut untuk mendiagnosis ablasi retina Anda, meliputi:

  • Pemeriksaan mata, mendeteksi robekan
  • Pemeriksaan retina, memeriksa bagian belakang mata, termasuk lubang retina atau air mata
  • Pencitraan USG. digunakan jika terjadi pendarahan di mata
  • Optical coherence tomography (OCT), mendeteksi penyakit saraf optik, kista, atau pembengkakan

Perawatan

Perawatan dilakukan untuk memperbaiki robekan, lubang, atau pelepasan retina.

Dilansir dari Mayo Clinic, terdapat beberapa prosedur yang dapat dilakukan untuk mengatasi ablasi retina berdasarkan tingkat keparahannya, termasuk:

Retina robek namun belum terlepas

  • Kiropraksi, membekukan robekan agar retina tetap menempel pada dinding mata
  • Terapi laser atau fotokoagulasi, membakar jaringan di sekitar robekan retina sehingga membantu retina tetap menempel

Retina sudah terlepas

Jika retina sudah terlepas, dokter akan mengatasinya dengan operasi. Beberapa prosedur yang mungkin dilakukan adalah:

Baca juga: Waspadai 5 Penyakit Mata yang Bisa Dialami Penderita Diabetes

  • Pneumatic retinopexy, menekan retina kembali ke posisi normal
  • Vitrektomi, mengeluarkan cairan vitreus atau jaringan yang menarik retina dan menyuntikkan gelembung gas untuk menahan retina pada posisinya
  • Scleral buckling, mendekatkan dinding bola mata ke retina, sehingga retina kembali ke posisinya

Pencegahan

Menurut Cleveland Clinic, ablasi retina termasuk kondisi yang sulit dicegah.

Meski begitu, Anda dapat melakukan langkah-langkah berikut untuk menurunkan risiko ablasi retina.

  • Dapatkan perawatan mata secara teratur
  • Mengontrol kadar gula dan tekanan darah
  • Menggunakan pelindung mata seperti kacamata pengaman saat berolahraga atau melakukan aktivitas berisiko lainnya
  • Tidak menunda perawatan dan segera ke unit gawat darurat jika mengalami gejala ablasi retina
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau