Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puisi-puisi M. Nurcholis

Kompas.com - 26/11/2011, 19:20 WIB

Cilacap, 2011

Kapal
 
Di ruang yang lekang
seperti malam di bawah hamparan langit
Aku mendengar gelegak pantai
dari udara yang terbias kesepian.
 
Kelak, segala kesepian akan menjelma
menjadi tanjung
Dan aku akan mengunjunginya
menggunakan kapal-kapal kenangan
menuju pelabuhan harapan
dimana engkau telah menjelma ingatan.
 
Matahari telah lindap
bahkan bulan melesap
menuju kidung malam
dengan segala kegelapannya,
 
Sekoci telah disiapkan
untuk berjaga-jaga
barangkali kapal-kapal akan pecah
dan muatan jatuh ke laut
luluh oleh kekecewaan
yang makin menggelinjang.
 
Cilacap, 2011

Sekedar Rayuan

Masa depan, kubilang
adalah rumah sederhana dengan beranda
tempat aku bertamasya baca
dan engkau sibuk merenda
di meja, sepotong roti, dua teh hijau dan koran minggu
dengan berita yang penuh dengan bunga-bunga.

Di luar hujan, Sayang, tak perlu kau khawatirkan.
Cukup di beranda, burung-burung kan terlepas sangkar
laun debur ombak, kokok kapal api, siul kumbang Nusakambangan
meresap pada telinga sealun hujan jatuh pada atap yang riuh.

Masa depan, kubilang
adalah pagi selepas malam
Sepotong roti legit yang kita gigit
bersama, sebab apa yang hendak kita miliki sendiri
bila tiap hidup telah bersama kita bagi?

Kalibata, 2011

Stasiun

bangku peron itu senantiasa menunggu keramaian sejak Belanda mendirikan stasiun, dan kini, ia senantiasa tetap menunggu.

rel-rel yang masih setia pada jarak, seolah mengejek bahwa jarak yang tengah memisahkan kita begitu pendeknya dibanding mereka; takkan pernah bertemu pada berpuluh ribu kilometer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com