Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/07/2013, 21:59 WIB
Asep Candra

Penulis


GUANGZHOU, KOMPAS.com -
Pemanfaatan sel punca (stem cell) untuk terapi pengobatan terus berkembang pesat. Sejak digunakan di dunia kedokteran pada era 1950-an, sel punca kini dapat digunakan menjadi salah satu jenis terapi modern yang memberi harapan kesembuhan untuk berbagai jenis penyakit kronis.  

Sel punca atau stem cell adalah jenis sel di dalam tubuh yang sangat aktif membelah dan belum memiliki fungsi khusus. Sel punca berperan sangat penting karena dapat berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel khusus, seperti sel darah atau sel otot.

Sel punca ini dapat dikembangkan dari sel embrionik yang diambil dari embrio bayi atau dari sel dewasa, seperti sumsum tulang, darah tepi, dan tali pusat bayi baru lahir. Perlakuan dengan sel punca dibagi menjadi dua, yaitu terapi dan transplantasi.  Pada proses terapi, sel punca hanya disuntikkan ke jaringan atau organ target dengan tujuan memperbaiki bagian yang rusak.

Penggunaan sel punca untuk terapi telah dilakukan di banyak negara termasuk di antaranya China. Bahkan, di wilayah berpenduduk satu milyar lebih itu, terapi sel punca sudah menjadi salah satu layanan medis yang ditawarkan di rumah sakit.

Fenomena ini agak berbeda dengan negara lain yang belum menempatkan terapi sel punca sebagai layanan medis. Di beberapa negara termasuk di Indonesia, pengobatan menggunakan terapi sel punca masih terbatas dalam skala penelitian. Peraturan mengenai terapi sel punca pun cukup ketat, mengingat faktor keamanan serta problem etika.

Namun di Negara Tirai Bambu, pengobatan menggunakan sel punca relatif mudah ditemukan. Walau masih kontroversial karena pertimbangan efektivitas dan keamanannya, beberapa rumah sakit besar di China menawarkan harapan kesembuhan kepada pasien dengan menggunakan sel punca.

Salah satu rumah sakit yang menyediakan terapi sel punca adalah Modern Cancer Hospital Guangzhou (MCHG). Di rumah sakit yang terletak di distrik Tianhe ini, layanan terapi sel punca telah ditawarkan kepada pasien sekitar satu tahun terakhir.

Seperti diungkapkan wakil direktur MCHG, Chen Bing, layanan terapi sel punca di tempatnya menawarkan harapan kesembuhan bagi beberapa jenis penyakit kronis di antaranya diabetes, sirosis (pengerasan hati), gagal ginjal, dan penyakit degeneratif seperti parkinson.

Chen menuturkan, pasien yang datang ke MCHG biasanya dalam kondisi cukup parah. Tetapi tak setiap pasien dapat dilayani terapi ini. Sebelum menjalankan terapi, dokter ahli akan melakukan pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh, sekaligus memberi saran kepada pasien mengenai harapan dan kemungkinan kesembuhannya. Bila kondisi tidak memungkinkan, bukan pasien tak direkomendasikan menjalani terapi ini.

"Kami menawarkan terapi ini kepada pasien untuk mengurangi tingkat kesakitan," ungkap Chen saat ditemui di sela-sela kunjungan para ahli pengobatan yang tergabung dalam Ikatan Naturopathi Indonesia, Minggu (22/7) lalu di Guangzhou.

Salah satu dokter ahli sel punca dari MCHG Zheng Xiang Lin mengklaim, efektivitas pengobatan menggunakan sel punca  di rumah sakitnya dapat mencapai hingga 70 persen.

"Artinya, dari 100 pasien yang datang, ada 70 pasien yang telah mendapatkan manfaat dari pengobatan ini," ujar dokter yang memiliki spesialisasi dalam bidang pengobatan sirosis ini.

Zheng memaparkan, proses pengobatan sel punca terdiri beberapa tahap dan tidak berlangsung dalam waktu singkat.  Untuk penyembuhan penyakit hati atau sirosis misalnya, tahapan pengobatan dimulai dari pemeriksaan kondisi pasien yang dilanjutkan dengan pengambilan sel dari sumsum tulang dari tubuh pasien. Setelah itu akan dilakukan pemisahan dan pemeliharaan dan pengembangbiakan sel induk di luar tubuh, hingga kemudian penyuntikan sel punca ke dalam tubuh pasien secara bertahap.

Untuk pengembangbiakan sel punca, MCHG telah melakukan kerja sama dengan Pusat Penelitian Sel Punca yang berada di Rumah Sakit Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) 458. Di sini, sel induk pasien dikembangkan hingga mencapai jumlah yang cukup, sebelum kemudian diseleksi dan disuntikkan ke dalam tubuh pasien.

"Sel punca dikembangbiakan selama 4 sampai 5 hari hingga jumlahnya bisa mencapai jutaan," ujarnya.

Efektivitas terapi sel punca ini, kata Zheng, sangat tergantung pada beberapa faktor seperti riwayat dan kondisi penyakit pasien, serta tingkat kepatuhan pasien selama terapi. Biasanya, seorang pasien menjalankan terapi sel punca hingga dua atau tiga kali untuk mendapatkan hasil maksimal, dengan biaya sekali terapi penyuntikan mencapai hingga 80 ribu RMB (Yuan) atau sekitar Rp 130 juta.

Menurut Zheng,  jenis penyakit yang paling banyak ditangani dengan terapi sel punca di MCHG dan hasilnya memuaskan adalah sirosis, diabetes dan ginjal. "Banyak juga pasien gagal ginjal dari Indonesia yang berobat di sini," imbuhnya.

Ia berpendapat, terapi sel punca relatif aman dan tidak menimbulkan komplikasi. Selain prosedurnya yang minim invasif, terapi ini juga tidak membutukan obat-obat tambahan. Risiko penolakan dari tubuh juga realtif kecil karena selnya diambil dari tubuh sendiri.

Di luar kontrovesi mengenai tingkat keberhasilannya, terapi sel punca nyatanya menjadi salah satu tumpuan dan harapan pengobatan medis di masa depan. Kini semakin banyak riset sel punca yang menunjukkan hasil positif bagi penyembuhan beragam jenis penyakit.

Bahkan industri di bidang pengobatan sel punca di dunia pun terus berkembang dari tahun ke tahun. Mengutip data Transparency Market Research dari Amerika Serikat, pasar pengobatan sel punca di dunia mencapai 26,23 miliar dollar AS  pada 2011, dan diproyeksikan bakal meningkat hingga 119,51 miliar dolar AS  pada 2018.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com