Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/08/2014, 13:57 WIB
|
EditorLusia Kus Anna
KOMPAS.com - Hingga kini, Indonesia belum juga menyetujui Konvensi Kerja Pengandalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahkan Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Pasifik yang menolak FCTC. Padahal ada banyak kerugian bila Indonesia tidak ikut serta dalam FCTC.
 
National Professional for Tobacco Free Initiative WHO, Dina Kania, mengatakan, tembakau adalah masalah global yang sangat serius. Terbukti dengan lebih dari 90 persen negara di dunia telah menandatangani dan menjadi bagian dari perjanjian internasional FCTC.
 
"FCTC masih dinilai sebagai program yang merugikan," ujarnya dalam diskusi media bertajuk "FCTC Versus RUU Pertembakauan" pada Selasa (26/8/2014) di Jakarta.
 
Jika Indonesia tidak menjadi bagian dari pertahanan bersama ini, bukan saja menunjukkan Indonesia tidak menghormati kerjasama kemanusiaan dunia, tetapi juga ini Indonesia menawarkan dirinya secara terbuka untuk menampung buangan dari negara-negara yang sudah ketat menolak kebebasan pasar rokok. 
 
Alhasil Indonesia menjadi "keranjang sampah" tujuan produsen dan pertanian tembakau dari negara lain untuk memasarkan produknya. Ini terbukti dengan meningkatnya impor tembakau, sementara pertanian tembakau dalam negeri tidak berkembang dan sebagian besar petani tembakau termasuk miskin. 
 
"Pihak yang tidak setuju menilai tujuan FCTC adalah untuk kepentingan asing, yaitu melindungi rokok putih yang diproduksi produsen rokok asing, dan mematikan budaya kretek asli Indonesia. Padahal FCTC tidak membedakan semua jenis produk tembakau, karena semua sifatnya membunuh," tandas Dina.
 
Pandangan FCTC akan merugikan petani tembakau juga tidak berdasar. Pasalnya, di negara lain yang lebih dulu sudah melakukan ratifikasi FCTC, produksi tembakau tidak menurun di negara-negara tersebut. Misalnya di Tiongkok, Brazil, dan India, produksi tembakau tidak mengalami penurunan pada 2009, setelah menjalani ratifikasi FCTC pada 2004 dan 2005 silam. Diketahui ketiga negara itu adalah negara penghasil tembakau paling tinggi di dunia, sementara Indonesia menempati peringkat tujuh.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com