Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/01/2015, 12:13 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis


KOMPAS.com - Agar tubuh sehat dan terhindar dari kegemukan, keseimbangan asupan kalori merupakan hal yang wajib diperhatikan. Namun, pola makan tak seimbang sudah jadi kebiasaan yang dianut oleh kebanyakan orang kota.

Kebutuhan kalori setiap orang berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor, antara lain faktor usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan aktivitas. Ini karena faktor-faktor ini menentukan besarnya energi yang dikeluarkan tubuh. Umumnya kebutuhan kalori berkisar antara 1.500 - 2.000 kalori perhari.

Ada banyak makanan yang bisa menyumbangkan kalori, antara lain sumber karbohidrat, protein, lemak, hingga camilan, dan minuman mengandung gula.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 pada sampel 190.000 orang dewasa berusia 18-45 tahun dari berbagai daerah di Indonesia menunjukkan bahwa nasi menyumbangkan hingga 44 persen dari total asupan kalori per orang per hari.

Sementara itu kontribusi makanan lain terhadap asupan kalori relatif kecil dibandingkan nasi; minuman berpemanis tanpa susu (11 persen), kacang-kacangan (10 persen), kelompok daging merah dan daging ayam (9 persen), dan kelompok ikan dan makanan laut (7 persen). Kelima makanan ini berkontribusi lebih dari 80 persen asupan kalori sehari-hari.

Untuk asupan minuman manis, menurut Dr.Helda Khusun, peneliti senior dari South East Asian Minister of Education Organziation yang melakukan re-analisis hasil Riskesdas tersebut, minuman berpemanis tanpa susu yang menjadi sumber kalori orang Indonesia adalah kopi manis dan teh manis, yaitu secara rata-rata sebesar 10 persen. Sementara itu minuman berpemanis seperti minuman bersoda, jus buah, es pasar, sirup, atau teh kemasan, secara total berkontribusi satu persen terhadap asupan kalori.

Seimbang

Berat badan seseorang merupakan hasil dari keseimbangan jumlah kalori yang kita makan serta jumlah energi yang dikeluarkan. Jadi jika asupan kalori melebihi kebutuhan untuk beraktivitas, dapat terjadi kegemukan.

Beberapa fakta menunjukkan, di era teknologi tinggi seperti sekarang pengeluaran energi rata-rata penduduk makin berkurang karena berkurangnya aktivitas fisik. Contohnya, banyak anak yang keranjingan bermain games dan menonton TV ketimbang beraktivitas di luar rumah; banyak orang yang semula harus berjalan kaki dari kendaraan umum ke rumah sekarang bisa menggunakan ojek, atau orang kantoran lebih suka memakai lift untuk naik dua lantai.

Gaya hidup "santai" seperti itu cenderung mendorong makin meningkatnya masalah kelebihan berat badan yang bisa berakibat pada penyakit degeneratif seperti diabetes, penyakit jantung, atau obesitas.

Menurut dr.Andi Kurniawan, Sp.KO, kegemukan yang kini banyak dialami penduduk merupakan kondisi yang penyebabnya kompleks dan  tidak bisa dikaitkan dengan satu penyebab tunggal, tapi lebih pada pola asupan gizi  yang tidak seimbang  dan tidak diimbangi dengan gaya hidup yang aktif.

“Setiap kalori yang masuk harus diimbangi dengan kalori yang dipakai atau dibakar melalui aktivitas fisik. Kalau tidak, kelebihan asupan kalori ini akan menumpuk menjadi lemak, dan inilah awal mula terjadinya obesitas”, kata Andi, dalam siaran pers Asosiasi Industri Minuman Ringan yang diterima Kompas.com, Selasa (27/1/14).

Semakin tinggi intensitas aktivitas fisik yang dilakukan, tentunya energi yang dikeluarkan semakin besar. Olahraga yang dilakukan secara rutin bukan hanya membuat tubuh jadi bugar dan langsing, tapi juga bisa menyehatkan tubuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau