Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, konsumsi makanan berlemak penduduk Indonesia berusia lebih dari 10 tahun adalah 40,7 persen. Konsumsi lemak berlebihan tersebut lebih banyak ditemukan pada perempuan.
Kegemaran masyarakat mengonsumsi makanan yang digoreng dan bersantan masih cukup tinggi. Padahal, makanan tersebut memiliki kadar lemak yang lebih tinggi, termasuk juga kandungan lemak jenuhnya.
Asupan lemak yang berlebihan bisa memicu timbulnya penyakit tidak menular seperti kegemukan, kanker, penyakit jantung, atau diabetes.
"Penyakit tidak menular itu akibat makanan yang enak-enak. Bukannya tidak boleh, tapi harus dibatasi makannya," kata Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI Dr Ekowati Rahajeng, dalam acara media edukasi yang diadakan oleh PT.Unilever Indonesia di Jakarta (13/3/15).
Dijelaskan oleh Emilia Achmadi, ahli gizi, walau tak semua lemak jahat, tapi jika dikonsumsi berlebihan lemak tetap akan menggemukkan.
Emilia berpendapat, cara pengolahan makanan orang Indonesia menyebabkan kadar lemak dalam makanan menjadi bertambah. "Sebenarnya pisang itu sehat, tapi kita olah dengan digoreng. Demikian juga dengan ikan atau daging ayam. Hampir sebagian besar makanan kita digoreng," katanya.
Meski demikian, karena makanan tersebut sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, Emilia menyarankan perubahan kecil tapi bisa berdampak besar untuk mengurangi kadar lemak dalam makanan. Antara lain dengan cara memasak yang tidak harus selalu digoreng. Ikan misalnya, bisa dipanggang, dipepes, atau dikukus.
Kita juga tak perlu mengganti makanannya tapi jenisnya. Misalnya, mengganti susu whole milk dengan susu rendah lemak untuk memangkas 70 persen lemaknya. Selain itu, kita juga bisa membuat gulai dengan menukar 50 persen santannya dengan susu. Cara lain, membuat balado terong tidak dengan digoreng tapi dioven.
Mengganti kacang goreng dengan kacang rebus, atau memasak nasi goreng dengan wajan antilengket untuk mengurangi penggunaan minyak, juga akan membantu menurunkan kadar lemak dalam makanan.
"Jangan terlalu ekstrem mengurangi makanan berlemak karena pada satu titik kita akan menyerah dan akhirnya makan semaunya. Tapi aturlah porsi dan frekuensinya dikurangi," kata Emilia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.