Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ampul Buvanest dan Asam Traneksamat Gampang Tertukar karena Mirip

Kompas.com - 14/03/2015, 15:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -
Tertukarnya obat anestesi Buvanest Spinal dengan asam traneksamat di Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Tangerang, yang mengakibatkan dua orang pasien meninggal Februari lalu, antara lain disebabkan karena kedua obat tersebut memiliki amplop yang sangat mirip.

Demikian menurut hasil penelitian  Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI). Obat produksi PT Kalbe Farma tersebut dianggap telah melanggar persyaratan registrasi aturan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Kedua obat memiliki catch cover atau amplop yang sama, yakni pembungkus obat yang hanya berwarna putih dan terdapat gambar heksagonal. Pembeda keduanya hanya berasal dari label yang ditempel pada ampul.

Direktur YPKKI, Marius Widjajarta memaparkan hasil investigasi yang dilakukan dari tanggal 13 februari 2015 hingga 5 maret 2015 di Jakarta, Jumat (13/3/15). Penelitiannya didasari oleh Undang-Undang yang berlaku di Indonesia, termasuk UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ia mengungkapkan, penilaian kedua produk ampul tersebut dilakukan secara makroskopis dari PT Kalbe Farma, serta terhadap standar operasional RS Siloam Karawaci.

"Secara garis besar, PT Kalbe Farma melanggar pasal registrasi, yaitu persyaratan registrasi yang sesuai dengan aturan dari BPOM," kata Marius pada acara paparan hasil penelitian YPKKI terkait obat Buvanest dan Asam Traneksamat di Cikini, Jakarta (13/3/15).

Ia menjelaskan, pada catch cover atau amplop Buvanest dan Asam Traneksamat tidak mencantumkan Informasi Minimal. Informasi minimal ini secara umum terdiri dari nama obat, besar kemasan, nama bahan-bahan, nama produsen, nomor izin edar, tanggal produksi, dan batas kadaluarsa.

"Pada bungkusnya (Buvanest) hanya ada tutup warna putih dan gambar heksagonal, yang katanya tertukar dengan Asam Traneksamat di sini juga hanya tertera labelnya, tapi catch cover-nya hanya dasar putih dengan gambar heksagonal. Sama persis bila dibandingkan. Ini tidak ada bedanya. Ini jelas melanggar peraturan, harusnya ada semua (informasi minimal obat)," paparnya sambil menunjukkan kedua bungkus obat Buvanest dan Asam Traneksamat.

Bila diamati, ampul Buvanest dan Asam Traneksamat sama. Keduanya merupakan botol bening dan isinya bisa terlihat jelas. Tetapi pada label kedua obat, baru tertera lengkap infomasi minimal termasuk komposisi, nomor registrasi, tanggal produksi, dan nama produsen. Sementara itu tidak ditemui keterangan apapun dari catch cover Buvanest dan Asam Traneksamat.

Atas kasus ini, BPOM mengeluarkan surat pembatalan izin edar obat anestesi pada 2 Maret 2015 dan sudah dikirimkan ke pihak Kalbe Farma.  PT Kalbe Farma sendiri sudah menghentikan proses produksi dan peredaran Buvanest Spinal sejak kasus dua pasien meninggal di RS Siloam Lippo Village.

Marius mempertanyakan mengapa obat tersebut masih bisa mendapat nomor registrasi, padahal pada catch cover tidak tertera dengan lengkap mengenai informasi minimal obat. Ia pun merekomendasikan BPOM agar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) segera dicabut.

"Harusnya secara Peraturan Perundang-Undangan, tidak hanya izin peredaran Buvanest yang ditarik, tetapi juga dicabut CPOB-nya baik untuk produksi obat ampul di PT Kalbe Farma. Lalu setelah mereka mengajukan lagi (CPOB), dibuat lagi seperti aturan yang ditetapkan pemerintah demi keselamatan rakyat Indonesia," tegasnya.

Peneliti senior YPKKI, Antoni Tarigan turut mendesak agar BPOM segera mencabut CPOB ampul secara keseluruhan di PT Kalbe. Ia mengkhawatirkan hal serupa akan terjadi di obat lain.

"Bukan tidak mungkin tertukar obat lainnya di sana karena ditemukan ada kesalahan. Jadi harusnya dihentikan secara total, tapi sampai sekarang masih banyak produk yang beredar," terangnya.

Antoni juga mengakui bahwa ia masih menemui Buvanest yang dijual di apotik atau rumah sakit. Meskipun Buvanest yang beredar memiliki nomor registrasi berbeda, bila izin edar dibatalkan semua produk Buvanest di pasaran harusnya tidak dijual lagi.

Purwandini Sakti Pratiwi Ampul obat anestesi Buvanest Spinal dengan asam traneksamat yang sekilas tampak mirip.

Tanggung jawab produsen

Setiap layanan kesehatan telah memiliki standar operasi terstandar (SOP) masing-masing, mulai dari rumah sakit, produsen obat, mau pun dokter. Kepatuhan pada SOP masing-masing harus dilakukan agar tidak menimbulkan akibat yang fatal.

Pada kasus tertukarnya obat anestesi Buvanest Spinal, menurut Marius seharusnya masalah ini tidak dilimpahkan pada pihak dokter.

“Kalau terjadi isinya (Buvanest dan Asam Traneksamat) lain, itu bukan tanggung jawab rumah sakit atau dokter, tetapi tanggung jawab produsen, PT Kalbe Farma,” kata Marius.

“Dokter hanya bertugas membaca label ketika hendak diberikan kepada dokter. Di label tertulis Buvanest. Kalau masalah isi, tanggung jawab produsen. Jadi secara disiplin, dokter tidak melanggar dan tidak harus tahu isinya apa, yang penting tertera dari label,” lanjutnya.

Senada dengan Marius, mantan ketua BPOM, Husniah Z. Thamrin, mengatakan masalah tersebut di luar tanggung jawab dokter.

“Karena dokter sudah bekerja sesuai SOP, isinya bukan seperti apa yang tertulis, dokter tidak tahu,” katanya.

Husniah juga menjelaskan, seharusnya izin edar obat tidak bisa diperoleh apabila tidak memenuhi syarat yang diberlakukan dari BPOM.

“Sebetulnya saat meminta izin edar semestinya tidak semua diberi (izin) kalau tidak memenuhi syarat. Kalau di pasar ada hal menyimpang setelah beredar dari ketentuan saat pendaftaran, itu bisa saja dilakuan oleh pabrik dan kalau pengawasan kurang ketat, bisa tidak ketahuan,” imbuhnya.

Dua pasien di RS Siloam Karawaci meninggal usai mendapat suntikan Buvanest Spinal produk PT Kalbe Farma. Ampul yang diduga berisi obat anestesi tersebut ternyata bukan berisi Bupivacaine (obat bius), melainkan Asam Traneksamat golongan antifibrinolotik yang befungsi mengurangi pendarahan. Kedua pasien sempat mengalami kejang usai diberi injeksi. Sementara itu, pihak RS Siloam mengaku sudah melakukan tindakan operasi sesuai prosedur. (Purwandini Sakti Pratiwi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com