Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/08/2015, 07:25 WIB
Berkaitan dengan pendidikan seksualitas, sejak putrinya berumur 3 tahun, Samantha sudah menunjukkan pada Lolita bagian tubuh mana saja yang hanya boleh disentuh ibunya. ”Aku tanamkan pada Lolita, bahkan ayahnya pun tak boleh menyentuh bagian-bagian tubuh itu.”

Dicekam ketakutan

Pengetahuan soal seksualitas sejak kanak-kanak itu tak didapatkan Evelyn (36). Ketidaktahuan ini membuahkan pengalaman pahit. Sejak berusia 5 tahun, Evelyn memendam dalam-dalam ketakutannya tiap kali melihat Ardi—bukan nama sebenarnya. Pria yang ketika itu berusia sekitar 20 tahun ini bertetangga dengan Evelyn saat ia kecil. Orangtua mereka bersahabat.

Evelyn kecil suka bermain dengan Ardi sampai suatu ketika pria itu menahan si bocah di pangkuannya dan merabai dada Evelyn. Kejadian itu terus berulang hingga Evelyn berumur 9 tahun dan keluarganya pindah rumah.

Evelyn tak pernah menceritakan kejadian itu. Ia hanya selalu dicekam ketakutan tiap kali melihat Ardi dan berusaha menghindarinya. Tetapi, Ardi mengamati suasana dengan baik. Saat sepi, Ardi kerap ”menangkap” Evelyn dan mengulang perbuatan menyimpang itu.

Setelah Evelyn beranjak dewasa, ia tetap merasa takut dan mual saat melihat Ardi di kejauhan. Kini, lebih dari 30 tahun kemudian, Evelyn masih menyimpan kemarahannya. ”Ia membuat seorang bocah memendam ketakutan dan kebingungan yang menyesakkan selama bertahun-tahun,” ujarnya.

Evelyn tak pernah menceritakan hal itu bukan karena Ardi mengancamnya, tetapi karena tidak ada yang menjelaskan padanya bahwa apa yang dilakukan Ardi itu salah. Sebaliknya, Evelyn yang masih bocah justru khawatir akan disalahkan kalau ia bercerita pada orangtuanya.

Elly Risman, psikolog yang membangun Yayasan Kita dan Buah Hati, mengatakan, seorang anak perlu merasa aman dengan orangtuanya agar ia berani menyampaikan masalah yang ia alami, termasuk ketika terjadi pelecehan seksual. Anak juga tak cukup sekadar diberi tahu secara verbal tentang bagaimana ia harus merespons orang yang berperilaku menyimpang. ”Anak butuh diajari dengan role play,” ujar Elly.

Secara lebih mendasar, Elly mengingatkan, anak membutuhkan pendidikan seksualitas, bukan pendidikan seks, sejak dini. Seks diasosiasikan dengan alat kelamin dan hubungan seksual. Sementara seksualitas mencakup cara berpikir, bereaksi, dan menyikapi berbagai hal yang menyangkut jender. ”Seksualitas juga menyangkut persoalan kepercayaan diri, harga diri, bahkan konsep diri pada anak,” ujar Elly.

Riset Yayasan Kita dan Buah Hati terhadap 2.227 anak pada tahun 2014 di Jabodetabek menunjukkan betapa pendidikan seksualitas pada anak sejak dini sangat penting. Riset ini menunjukkan 92 persen anak kelas IV hingga kelas VI SD sudah terpapar pornografi lewat situs pornografi, videoklip, buku, film, atau tayangan televisi.

Disayangkan Elly, tidak semua orangtua memahami bahaya yang mengincar anak. Orangtua pun kadang alpa meluangkan waktu. ”Selain itu, tidak semua orangtua punya pengetahuan dan nyali untuk mengajarkan pendidikan seksualitas pada anak,” ujarnya prihatin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com