Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/01/2016, 16:00 WIB

"Batasi paparan bermuatan kekerasan lebih lanjut melalui media massa. Risiko anak trauma juga lebih besar jika ia tinggal dengan orang dewasa yang memiliki reaksi berlebihan terhadap peristiwa itu," ujar Nael.

Meski anak perlu dijelaskan mengenai peristiwa tersebut, tapi orangtua juga sebaiknya menumbuhkan optimisme dan harapan pada anak. Misalnya untuk peristiwa kriminalitas atau terorisme, ceritakan aksi heroik polisi yang dengan cepat melumpuhkan terorisnya atau relawan yang menolong korban bencana alam.

Pada anak yang mengalami trauma, ekspresikan kasih sayang dari orangtua, misalnya dengan memberi pelukan, tersenyum, dan mengajaknya beraktivitas.

Bantu anak untuk melakukan rutinitasnya, misalnya kembali bersekolah, bermain bola, atau mengikuti les. "Rutinitas akan memberikan harapan pada anak akan hari esok," kata dosen di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.

Sementara itu, tanda-tanda anak sudah terlepas dari trauma adalah anak sudah bisa bermain, bersekolah, bergaul, atau menikmati hari-harinya dengan baik.

"Itu adalah indikator anak sudah adaptif terhadap kejadian yang dialaminya. Berarti ia cukup tangguh (resilience) melampaui masa sulit," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com