Berdasarkan laporan oleh Escobedo dan Zack di majalan Circulation pada tahun 1996, dijelaskan bahwa kematian penderita penyakit jantung koroner lebih banyak terjadi tidak secara mendadak dan jarang terjadi di rumah.
PJK yang mati mendadak biasanya ada predisposisi genetik atau ketegangan genetik.
Jadi, persepsi masyarakat terhadap mati mendadak, terutama pada anak muda, semuanya disebabkan oleh penyakit jantung koner tidaklah tepat.
Apabila hal ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan mendatangkan konsekuensi yang kurang baik dalam pemahaman masyarakat terhadap kesehatan secara umum.
Di mana, ketakutan yang berlebihan terhadap PJK dapat mengakibatkan reaksi yang tidak proporsional. Pada saatnya, perasaan itu bisa memicu tindan preventif yang berlebihan dan irasional.
Melansir Buku Cintailah Jantung Kita: Mencegah Serangan Jantung (2016) karya I Wayan Wita, pemeriksaan paling sederhana yang dapat dilakukan oleh dokter untuk mendeteksi penyakit jantung, yakni dengan pemeriksaan fisik.
Baca juga: 5 Jenis Makanan Pencegah Kanker hingga Sakit Jantung
Di mana, dokter akan mulai melihat (inspeksi), menyentuh (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengrkan suara jantung (auskultasi). Alat bantu utamanya, yakni stetoskop.
Dari pemeriksaan terebut, dokter kemungkinan dapat menentukan apakah jantung pasien mengalami pembengkakan atau terjadi gangguan pada katup jantung.
Di samping pemeriksaan fisik, dokter biasanya juga membutuhkan pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis.
Pemeriksan tersebut antara lain dapat berupa:
Pemeriksaan tersebut bakal dilakukan apabila terdapat indikasi yang dapat diketahui dari keluhan gejala yang mungkin pasien rasakan, seperti: